Peneliti Berhasil Gunakan Virtual Reality untuk Kurangi Depresi

Meskipun masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut, metode ini dinilai cukup berhasil

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 21 Feb 2016, 16:14 WIB
Kali ini, Nokia memberanikan diri terjun ke dunia virtual reality dengan mempersiapkan perangkat headset VR perdananya

Liputan6.com, Jakarta - Pengembangan virtual reality saat ini memang masih dalam tahap awal. Oleh sebab itu, tidak sedikit pihak yang merasa virtual reality hanya dapat digunakan untuk keperluan bermain gim (game) atau menonton video.

Namun ternyata, sebuah kajian yang dilakukan oleh University College London (UCL) dan Catalan Institution for Research and Advanced Studies (ICREA) berhasil mengungkap fungsi lain dari teknologi virtual reality. Seperti dilansir dari laman Engadget, Minggu (21/2/2016), peneliti dari kedua universitas tersebut berhasil menemukan bahwa virtual reality dapat digunakan untuk terapi bagi pengidap depresi di masa depan. 

Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan pada penelitian perdana yang dilakukan. Dari uji coba 15 pasien yang menggunakan teknologi virtual reality dalam proses terapi, terungkap 60 persen di antaranya berhasil mengalami penurunan perasaan tertekan. 

Dalam penelitiannya, para peneliti dari UCL dan ICREA menggunakan teknik yang disebut sebagai virtual reality therapy (VRT). Penelitian ini diawali dengan para pasien yang menggunakan virtual reality headset untuk melihat sosok lain dirinya dalam bentuk virtual. Pada tahap ini, para pasien diminta untuk melihat 'perwujudan' atau ilusi tersebut sebagai tubuh mereka sendiri. 

Lalu, melalui gambaran tersebut pasien diminta menunjukkan sikap kasih sayang pada gambaran seorang anak yang sedang merasa tertekan. Dari situ, ketika pasien mulai terlibat dengan anak tersebut, sosok itu akan berhenti menangis dan mulai menanggapi tindakan dari pasien dengan positif.

Tak berhenti sampai di situ, virtual reality itu kemudian diubah perspektifnya. Kali ini, giliran pasien akan berada dalam posisi anak yang sedang dalam keadaan depresi. Lalu akan ada gambaran orang dewasa dalam virtual reality tersebut, yang akan memberikan kata-kata dan sentuhan penuh kasih sayang pada pasien yang digambarkan sebagai anak-anak.

Skenario yang berjalan selama delapan menit tersebut, diulang terus hingga tiga kali, selama tiga minggu berturut-turut. Ternyata, hasil yang didapat cukup mengejutkan. Sembilan dari lima belas dari responden mengalami pengurangan gejala depresi. Selain itu, empat lainnya mengalami penurunan signifikan dari kondisi depresi.

Kendati mendapat hasil positif, metode ini tidak lantas diakui benar-benar berpengaruh pada kondisi pasien. Jumlah responden yang sedikit dan kurangnya kontrol dari kelompok membuat penelitian ini masih harus dikaji lebih lanjut.

Namun, penelitian ini jelas membawa babak baru untuk pembuktian mengenai fungsi lain dari virtual reality. Oleh sebab itu, para peneliti masih akan meneruskan proyek ini agar dapat mengembangkan penerapan teknik ini dalam skala lebih besar dan dalam uji coba terkontrol.

(Dam/Why)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya