Liputan6.com, Jakarta - Pengamat memberikan gambaran tentang kondisi perbankan di seluruh dunia saat ini. Krisis kecil pada perekonomian global telah mengguncang bisnis perbankan hingga memicu kerugian besar.
Ini diungkapkan Pengamat Valas Farial Anwar saat dihubungi Liputan6.com, menanggapi paparan miliarder Swiss Felix Zulauf yang mengingatkan potensi terjadinya krisis besar yang melanda bank-bank di Singapura. Tiga bank raksasa di Negeri Singa ini dikabarkan kehilangan modal akibat perlambatan ekonomi China.
"Bukan saja Singapura, tapi hampir semua bank di dunia sekarang ini sedang bermasalah. Perlambatan ekonomi menyebabkan bisnis bank merosot, kredit macet meningkat, penyaluran kredit turun sehingga dampaknya ke profit, bahkan ada yang sampai rugi," jelas Farial di Jakarta, Minggu (21/2/2016).
Imbasnya, sambung Farial, perbankan terpaksa mengambil langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para karyawannya. Kondisi tersebut bukan saja terjadi di Indonesia, tapi juga di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan negara lainnya.
"Itu wajar saja, karena terkena dampak dari krisis ekonomi global. Kalau ekonomi bermasalah, bank-bank yang menyalurkan kredit ikut bermasalah," dia menjelaskan.
Baca Juga
Advertisement
Farial menambahkan, banyak perbankan di Indonesia sekarang ini memilih mengerem penyaluran kredit ke korporasi dengan nilai miliaran sampai triliunan rupiah. Hal ini dilakukan sebagai respons situasi perekonomian yang sedang bergolak.
Pengalihannya, tambah Farial, bank-bank lebih mengarahkan penyaluran kredit ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan risiko minim apabila terjadi kredit macet.
Ia memperingatkan, agar perbankan di Indonesia tidak menganggap remeh krisis ekonomi saat ini mengingat banyak bank-bank di Tanah Air yang nasibnya sama menderita seperti perbankan di luar negeri.
Kendati demikian, Farial masih optimistis terjadi tren pembalikan atau pemulihan ekonomi dunia di tahun ini. Sehingga guncangan yang membelit industri perbankan tidak semakin parah dan menyeret pada kondisi menyeramkan di periode krisis besar 1997 dan 2008.
"Mudah-mudahan krisisnya tidak akan seburuk 1997, 2008 karena ada recovery di tahun ini. Perbankan pun pasti lebih siap menghadapi gejolak seperti ini lewat manajemen risiko yang lebih baik karena mereka pasti sudah belajar dari pengalaman sebelumnya," harap Farial. (Fik/Nrm)