Liputan6.com, Jakarta - Politisi senior Golkar Hajriyanto Y Tohari menilai, penyelenggaraan musyawarah nasional (munas) partai berlambang beringin ini tidak akan terlaksana pada Maret mendatang. Sebab, belum ada pembentukan panitia munas hingga saat ini.
"Saya belum terlalu yakin, Munas akan berlangsung Maret tahun ini, karena sampai hari ini belum mendengar pembentukan panitia Munas, baik penyelenggara, panitia pengarah, maupun panitia pelaksana," kata Hajriyanto, dalam diskusi bertajuk 'Mau ke Mana Golkar?', di Jakarta, Minggu (21/2/2016).
"Jika munas digelar Maret, sekarang saja sudah 21 Februari, mustahil dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan," imbuh Hajri.
Pembentukan panitia dalam munas dianggap penting karena perlunya pembahasan untuk tata tertib pemilihan ketua umum baru. "Ya pertama dan penting itu panitia munasnya dulu," kata Hajri.
Baca Juga
Advertisement
Hajriyanto juga mengaku, dirinya sangsi munas terselenggara tepat waktu karena belum terselesaikan dualisme kepengurusan di tingkat DPD I dan DPD II sebagai pemegang suara. Karena mereka masih terpecah akibat buntut dualisme antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
"Belum lagi mengatasi persoalan krusial menyangkut dualisme kepengurusan tingkat DPD yang akan memiliki suara di Munas. Ini akibat dualisme DPP yang kemudian masing-masing membentuk DPD," ujar Hajriyanto.
Meskipun belum jelas kapan munas digelar, namun isu politik uang sudah marak di tubuh partai beringin ini.
Ketua DPP Golkar hasil munas Riau, Nurdin Halid mengaku mendapatkan laporan dari seorang pengurus DPD II mengenai politik uang jelang pemilihan ketua umum dalam Munaslub Partai Golkar.
Menurut Nurdin, pengurus DPD II tersebut mengaku akan diberi S$ 10.000 atau sekitar Rp 950 juta jika memberikan surat dukungan kepada seorang bakal calon.
"Pengakuan DPD II, dia dijanjikan 10.000 dolar AS untuk memberi surat dukungan," kata Nurdin saat di Jakarta, Kamis 18 Februari 2016.