Liputan6.com, Jakarta - Terdapat 118 perusahaan yang saat ini di bawah kewenangan badan usaha milik negara (BUMN). Dari ratusan perusahaan pelat merah tersebut, terdapat 20 perusahaan yang telah melantai di bursa atau terdaftar sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Meski saham perusahaan BUMN telah dilepas ke publik, namun ternyata peran pemerintah masih sangat besar di BUMN-BUM tersebut. Selain tetap memiliki saham terbesar di emiten BUMN, pemerintah juga memiliki sebuah saham istimewa yang tidak dimiliki pemegang saham lainnya. Saham itu dikenal dengan saham dwiwarna atau golden share.
Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro menjelaskan, saham dwiwarna itu hanya berjumlah satu lembar saham.
Akan tetapi melalui saham itu pemerintah memiliki hak veto yang besar terhadap pengendalian dan rencana bisnis perusahaan.
Baca Juga
Advertisement
"Masih efektif lah (saham dwiwarna), salah satunya pemerintah bisa mengusulkan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Satu itu saja kan strategis," kata Wahyu kepada wartawan, Senin (22/2/2016).
Sebelumnya, banyak opini yang timbul di masyarakat bahwa dengan melepas saham ke masyarakat, maka hal itu sebagai cara lain untuk menjual perusahaan ke asing. Pernyataan Wahyu di atas membuktikan pemerintah tetap pemilik mayoritas.
Selain itu, dikutip dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meski saham perusahaan BUMN melantai di bursa dan masyarakat memiliki kesempatan untuk membeli sahamnya, namun pemerintah masih menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan, dengan jumlah lebih dari 50 persen.
Dengan porsi saham yang masih dominan tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN memiliki kemampuan untuk menentukan pengelolaan atau kebijaksanaan perusahaan itu sendiri.
"Kalau kepemilikan saham pemerintah mayoritas itu sudah kewajiban karena aturannya memang begitu," ujar Kepala Bidang Komunikasi Publik Kementerian BUMN, Teddy Purnama.
Bahkan untuk meminimalisir peran asing di emiten BUMN, pemerintah membatasi jumlah saham BUMN yang bisa dibeli oleh investor asing.
"Kita batasi investor asing yang ingin beli saham BUMN, jadi kita bisa menutup peran dari luar. Jadi tidak mentang-mentang ditawarkan di bursa, terus semua orang bisa membelinya," tegas Teddy. (Yas/Ndw)