Liputan6.com, Cambridge - Lingkungan kerja yang suasana kompetisinya buruk bukannya membuat perusahaan makin untung. Justru sebaliknya membawa bencana.
Seperti dikutip dari Harvard Business Review, Selasa (23/2/2016), stres dan tekanan makin mendorong pegawai untuk protes. Akibatnya, banyak biaya yang tidak disadari keluar tanpa hasil produktif. Biaya yang keluar itu antara lain :
Baca Juga
Advertisement
1. Biaya kesehatan meningkat hampir 50 persen.
Di Amerika Serikat, American Psychological Association memperkirakan lebih dari $500 miliar terbuang percuma oleh negara karena stres di tempat kerja. 550 juta hari kerja juga lenyap setiap tahun karena stres di tempat kerja.
60 hingga 80 persen kecelakaan kerja terkait stres dan diperkirakan lebih dari 80 persen konsultasi dokter terkait stres. Stres di tempat kerja terkait dengan beragamnya masalah kesehatan, mulai dari gangguan metabolisme hingga penyakit jantung dan kematian.
Bahkan stres yang disebabkan oleh kejenjangan gaji saja juga menyebabkan banyak penyakit dan kematian. Suatu penelitian membuktikan, menurunkan jabatan seseorang dalam suatu jenjang akan meningkatkan kemungkinan mereka terkena penyakit jantung dan kematian akibat serangan jantung.
Dalam penelitian skala besar yang melibatkan lebih dari 3.000 pegawai oleh Anna Nyberg di Karolinska Institute, menunjukkan kaitan erat antara perilaku kepemimpinan dan penyakit jantung pada para karyawan. Para bos yang menyebabkan stres jelas-jelas buruk bagi kesehatan jantung karyawan.
2. Biaya keengganan
2. Biaya keengganan (disengagement)
Lingkungan dan budaya saling sikut dapat membuat karyawan makin berjarak dengan perusahaannya. Bahkan tak ayal makin enggan berangkat ke kantor meski masih saja mau menerima uang gaji.
Penelitian membuktikan, stres akibat situasi tempat kerja lama kelamaan bisa menimbulkan banyak masalah seperti karyawan terlambat datang, kurang produktif waktu, dan masih banyak masalah lain lagi. Inilah yang disebut dengan biaya keengganan.
Letak masalah situasi ini adalah persoalan perasaan dihargai, keamanan, kenyamanan bekerja, didukung, diperlakukan manusiawi. Dan ini butuh biaya mahal.
Penelitian yang dilakukan Queens School of Business dan Gallup Organization menyebutkan pegawai yang merasa tidak nyaman bekerja mengakibatkan angka absen kerja mencapai 37 persen, kecelakaan 49 persen, kesalahan dan kerusakan produk 60 persen.
Angka keterlibatan yang rendah mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas. Bisa sampai 18 persen, keuntungan perusahaan bisa 16 persen lebih rendah, pengembangan tugas cuma 37 persen dan harga saham bisa 65 persen lebih rendah. Sebaliknya, perusahaan yang membuat karyawannya nyaman justru menerima lamaran kerja 100 persen lebih banyak.
Advertisement
3. Biaya kurangnya kesetiaan
3. Biaya kurangnya kesetiaan karyawan
Penelitian menunjukkan, stres di tempat kerja menjurus pada hampir 50 persen pengunduran diri karyawannya secara sukarela. Orang kembali ke bursa kerja, promosi tersendat, dan mengundurkan diri.
Biaya terkait perekrutan, pelatihan, rendahnya produktivitas, keahlian yang menurun, dan sebagainya tidaklah kecil. Center for American Progress menaksir biaya penggantian seorang pegawai setara dengan kira-kira 20 persen gaji karyawan tersebut.
Karena alasan-alasan tersebut, banyak perusahaan menawarkan pernak-pernik, mulai dari izin kerja dari rumah hingga kebugaran jasmani di kantor. Namun demikian, perusahaan-perusahaan itu masih gagal mengerti persoalan tersebut.
Poling yang dilakukan oleh Gallup menunjukkan, walaupun perusahaan menawarkan manfaat-manfaat seperti jadwal yang luwes atau kesempatan bekerja dari rumah, para pegawai lebih mementingkan kenyamanan di tempat kerja daripada keuntungan materi.
CEO Utility Concierge Gabe Abshire menyebutkan, kenyamanan itu hanya datang dari satu hal, yaitu budaya yang positif.
Menurut Gabe, menciptakan budaya yang positf dan sehat bagi karyawan merujuk kepada sejumlah prinsip-prinsip besar. Penelitian penulis HBR ini tentang kualitas budaya tempat kerja positif mengerucut kepada 6 karakteristik hakiki:
1. Peduli, berminat, dan menjaga tanggungjawab kepada rekan sebagai teman.
2. Penyediaan dukungan satu sama lain, termasuk menunjukkan keramahan dan welas asih ketika yang lainnya sedang bergumul.
3. Menghindari salah-menyalahkan dan memaafkan kesalahan.
4. Saling memberi inspirasi satu sama lain di pekerjaan.
5. Menegaskan betapa berartinya pekerjaan.
6. Memperlakukan satu sama lain dengan hormat, syukur, percaya, dan integritas.