Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Partai dan para senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melapor ke Komisi Yudisial (KY) terkait sejumlah putusan hukum mengenai kisruh dualisme di tubuh partai. Sedikitnya ada 2 putusan yang dijadikan bahan pelaporan ini.
"Kenapa kami ke sini karena kami tahu benar tugas dan fungsi KY dalam menjaga kehormatan martabat keluruhan serta perilaku hakim. Kami menilai perlu adanya pendapat KY dalam putusan itu," ucap politikus senior PPP, Bachtiar Hamzah, di Gedung KY, Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Ketua MP PPP, Mukhtar Aziz, menambahkan pihaknya datang melapor dengan membawa 2 putusan terkait dualisme kepengurusan PPP. Pertama Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 88/Pdt.Pdt.Sus-Parpol/2015 tertanggal 19 Mei 2015 dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015 tertanggal 2 November 2015.
Selain itu MP PPP juga menyertakan Putusan MP DPP PPP Nomor 49/PUP/MP-DPP.PPP/2014 tertanggal 11 Oktober 2014 dan analisis Putusan PN Jakpus Nomor 88 dan Putusan MA Nomor 601 tadi.
Baca Juga
Advertisement
"Bersama kedatangan kami ini untuk menyertakan 1 berkas kopian putusan-putusan. Dengan harapan kiranya dijadikan bahan dasar untuk melaksanakan kewenangan KY," ucap dia.
MP PPP juga meminta agar KY turut memanggil sejumlah MP partai lain untuk diminta keterangan jika diperlukan. Termasuk MP PPP sendiri. Sebab, permasalahan dualisme ini menjadi persoalan bersama.
"Karena ini adalah kepentingan bersama. Karena bukan tak mungkin kejadian PPP ini terjadi dengan parpol lain kalau konflik intern tidak diselesaikan secara bijaksana," ucap Bachtiar.
Komisioner KY, Sukma Violeta yang menerima laporan ini mengatakan, pihaknya tetap akan menganalisis putusan-putusan tersebut. Tapi dengan catatan.
"Kita bisa analisis putusan, tapi tidak berarti putusan hakim benar atau salah. Yang kita nilai ada unsur dugaan pelanggaran perilaku hakim atau tidak," ucap dia.
Menurut Sukma, hakim terikat Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Di situ dilihat dan dianalisis oleh KY untuk melihat ada tidaknya perbuatan tertentu dari hakim yang menangani perkara.
"Maka analisis itu dibuat untuk melihat ada tidak dugaan pelanggaran perilaku hakim," ucap Sukma.