Liputan6.com, Jakarta - Bahan bakar minyak (BBM) kini dinilai bukan hanya menjadi kebutuhan sekunder masyarakat. BBM perlahan menjadi kebutuhan utama.
Saking pentingnya, segala sesuatu mengenai BBM jadi perhatian khusus masyarakat. Naiknya harga BBM memicu protes masyarakat. BBM turun, masyarakat senang namun di sisi lain pun masih khawatir karena harga barang-barang lain yang berkaitan dengan BBM tak ikut turun.
Advertisement
Itu bukti bahwa BBM sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Berkaitan dengan hal itu juga, BUMN penyedia BBM PT Pertamina (Persero) terus melakukan upaya untuk memberikan produk BBM yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dibanding SPBU yang beroperasi di Indonesia, Pertamina termasuk SPBU yang paling banyak menyediakan varian BBM.
Tahun lalu, perusahaan migas ini meluncurkan BBM jenis baru, Pertalite yang nilai kadar oktannya berada di tengah-tengah antara Pertamax 92 dan Premium. Pertalite memiliki kadar oktan 90. Baru-baru ini juga Pertamina meluncurkan jenis BBM baru untuk kendaraan diesel.
Solar Jenis Baru
Pertamina menyatakan, bakal meluncurkan solar jenis baru sebagai varian pilihan di samping biodiesel yang bersubsidi.
GM MOR III Pertamina Afandi mengatakan, varian solar baru tersebut memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah dari solar non subsidi (Pertamina Dex) namun lebih tinggi dari biosolar.
Pertamina Dex memiliki kandungan sulfur 3500 ppm, sedangkan solar subsidi (biosolar) memiliki kandungan sulfur 300 ppm.
"Pastinya kita punya Pertamina Dex dan solar subsidi ya di antara itu (kandungan sulfurnya)," kata Afandi.
Dia mengungkapkan, rencana pengeluaran solar jenis baru ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pasalnya, saat ini hanya ada dua jenis solar yang ada di Indonesia, sementara di pasar internasional ada beragam jenis solar.
"Karena ada pasar yang menghendaki spesifikasi seperti itu, di internasional solar banyak grade-nya, tapi di Indonesia Dex yang terbaik," terang Afandi.
Menurut Afandi, nantinya solar varian baru tersebut akan masuk dalam kategori BBM non subsidi. Namun ketika ditanya waktu peluncuran dan harga, Afandi belum bisa menyebutkan.
Dicampur BBN 20 Persen
Pemerintah mengharuskan BBM solar jenis baru tersebut dicampurkan dengan BBM sebanyak 20 persen. Ini sesuai dengan mandatori pemerintah.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan varian baru Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar tersebut harus dicampur biodiesel sebanyak 20 persen.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, saat ini dirinya belum membaca surat dari Pertamina terkait rencana penambahan jenis solar tersebut. "Suratnya kami belum baca, belum lihat," kata Wirat.
Menurut Wirat, untuk mengeluarkan solar jenis baru, Pertamina harus mencampur dengan 20 persen biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit. Hal tersebut sesuai dengan program mandatori B-20 yang sedang digulirkan pemerintah.
"BBN harus dicampur untuk semua jenis solar, harus mandatori BBN 20 persen," tutur Wirat.
Kebijakan Harga BBM Dicontoh Asing
Di samping punya banyak varian BBM dengan berbagai kadar oktan, kebijakan penetapan harga BBM di Indonesia juga dicontoh beberapa negara di Timur Tengah.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, kebijakan pencabutan subsidi pada premium menjadi kiblat negara Timur Tengah, di antaranya Arab Saudi dan Iran.
"Berapa negara mencontoh, Arab Saudi, Iran, dan banyak negara yang tadinya mensubsidi BBM, sekarang mulai pelan-pelan melepas subsidi dan ikutin kita," kata Wirat.
Selain mencabut subsidi, penetapan harga yang tidak mengikuti pasar dan mekanisme perubahan harga setiap tiga bulan juga dicontoh negara-negara tersebut.
"Pola periodenya ikutin kita. Sedangkan ekonomi negara kuat, mereka pakai harga pasar," tutur Wirat.
Penerapan perubahan harga BBM setiap tiga bulan membuat perekonomian lebih stabil. Bahkan pada 2015 saat kondisi perekonomian global melemah, Indonesia merupakan salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi, setelah China dan India.
"Kelebihan stabil pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk paling stabil nomor tiga di dunia setelah India dan China, itu efek positifnya menjaga kestabilan dunia usaha tidak seperti roller coaster," tutur Wirat. (Zul/Nrm)