Liputan6.com, Jakarta - Pilkada Serentak 2015 usai dilakukan, termasuk di Banten. Namun tahukah, kota mana yang paling banyak aduan pelanggarannya dari 4 wilayah di provinsi tersebut?
Kota itu adalah Tangerang Selatan. Bahkan dinamika politik di Tangsel merupakan yang tertinggi selama penyelenggaraan pilkada tingkatan kota/kabupaten seluruh Indonesia.
"Ya tertinggi. Untuk di Provinsi Banten saja wilayah lain, seperti Kabupaten Serang 7 laporan, Kota Cilegon 12 laporan, Kabupaten Pandeglang 20 laporan, sedangkan Kota Tangsel 132 laporan," tutur Kepala Bawaslu Banten Pramono Tantowi, saat ditemui di Remaja Kuring, Kecamatan Setu, Rabu 24 Februari 2016.
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, mayoritas laporan adalah dugaan pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye. Seperti alat peraga yang tidak sesuai ketentuan, penyebarannya di tempat yang tidak semestinya, atau dugaan pemanfaatan calon petahana yang memuat reklame imbauan dinas-dinas tertentu.
Kalau sudah begitu, sanksinya langsung dicopot atau ditertibkan. Sehingga tidak ada ancaman diskualifikasi terhadap terlapor.
"Dinamikanya itu mereka saling lapor, misalnya si pelapor pasangan calon nomor urut 1 melaporkan nomor urut 3, lalu besok atau beberapa waktu kemudian nomor urut 3 yang melaporkan balik. Ya begitu saja sampai pilkada berakhir," jelas Pramono.
Namun, dari 132 laporan dugaan pelanggaran tersebut, tidak ada satupun yang berhasil masuk ke ranah pidana yang mengharuskan diskualifikasi calon. Sebab, Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 tidak mengatur sanksi pidana sejumlah pelanggaran pemilihan kepala daerah.
Misalnya saja soal politik uang. UU tersebut tidak mengatur sanksi pidana kepada pelanggarnya, sehingga mengharuskan memakai pasal pidana umum. Begitu juga soal aturan mencoblos lebih dari 1 kali.