Liputan6.com, Jayapura - Suasana di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura siang ini sangat sibuk. Sejumlah pasien hilir mudik memasuki ruang itu seperti biasa.
Perawat dan dokter jaga di ruang UGD pun sigap melayani pasien. Tak ada sedikitpun kesan penelantaran pasien atau memperlakukan pasien dengan semena-mena meski internal rumah sakit masih panas dengan desakan mundur.
"Kami bekerja seperti biasa. Tak pernah kami menutup pelayanan pasca-unjuk rasa yang dilakukan oleh tenaga medis. Semoga kasus ini dapat segera diselesaikan dan kami bisa bekerja dengan normal kembali," kata Maria, seorang perawat jaga di UGD, yang ditemui Liputan6.com, Kamis (25/2/2016).
Kesan normal juga ditangkap Yohanes. Pasien rawat inap itu mengaku selama tenaga medis berunjuk rasa, pelayanan di rumah sakit ini berjalan normal.
"Mungkin mereka membagikan dengan shift-shiftan," ia menduga.
Baca Juga
Advertisement
Sepekan ini, sudah tiga kali tenaga medis di RSUD Abepura berdemonstrasi meminta Direktur RSUD Abepura Yohanes Manansang mundur. Mereka sempat turun ke jalan dan mendatangi sejumlah instansi, termasuk Dinas Kesehatan Papua.
"Dia tipe pemimpin yang arogan. Kami terus menerus diintimidasi dan tak dihargai. Di dalam kepemimpinannya, Manansang selalu mengadu domba dokter atau perawat dengan pasien. Ini bagaimana?" kata Lili Wanane SpOG dalam orasinya di pelataran Kantor Dinas Kesehatan Papua, Rabu 24 Februari 2016.
Kekesalan tenaga medis tak hanya itu. Manansang dituding selalu ikut campur dalam proses di ruang bersalin. Bahkan, ia juga memberikan catatan pada pasien. Padahal, yang berhak memberikan catatan adalah dokter yang merawat pasien tersebut.
"Dia sudah mengintervensi para dokter. Jika ini terus dibiarkan, kami merasa tak dihargai dan lebih baik kami keluar dari rumah sakit itu," ucap Lili.
Ulah Manansang tidak berhenti di situ. Ia dituduh memindahkan pegawai seenaknya dan tak sesuai aturan. Selain itu, jasa BPJS para tenaga medis belum dibayarkan sejak Juni 2015 hingga saat ini. Paramedis juga menyebut Manansang tak terdaftar sebagai PNS di Badan Kepegawaian Nasional.
"Kami telah mengajak Manansang untuk berdialog secara baik, tetapi Manansang selalu menolak dan tak menghargai undangan ini. Bagaimana masalah ini semua mau diselesaikan?" kata Robert, seorang perawat yang sudah 10 tahun mengabdi di rumah sakit tersebut.
Dipanggil Dinkes
Aksi turun ke jalan tenaga medis kemarin diterima langsung Kepala Dinas Kesehatan Papua, Aloysius Giyai. Ia mengaku tak berwenang mengganti pimpinan di RSUD Abepura. Namun, ia berjanji untuk membawa dan membicarakan aspirasi tersebut kepada Gubernur Papua Lukas Enembe.
"Saya akan membawa perwakilan tenaga medis ini di dalam pertemuan dengan gubernur nanti, 1-2 hari ke depan," ujar Aloysius.
Aloysius mengatakan sudah sempat memanggil Manansang saat baru menjabat 6 bulan. Pemanggilan itu disebabkan adanya pengaduan tentang kinerja Manansang yang tak sesuai dengan aturan.
"Saya sampai peringatkan dia seperti anak kecil. Beliau juga berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Tetapi, kejadian ini terulang dan tak bisa didiamkan," ucap Aloysius.
Ditemui terpisah, Manansang menyatakan para tenaga medis boleh saja berunjuk rasa. Apalagi, unjuk rasa yang dilakukan para tenaga medis tidak mengganggu jalannya pelayanan di rumah sakit pemerintah itu.
"Jika ada yang berani menggangu pelayanan ini, maka akan langsung berhadapan dengan saya," kata Manansang kepada Liputan6.com, Kamis (25/2/2016).
Manansang membantah tudingan dirinya melalaikan tugas. Ia justru menuding balik para tenaga medis yang berunjuk rasalah yang meninggalkan tugas.
"Saya selalu ada di kantor. Saya bekerja sampai malam. Kemarin saya bertemu Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) terkait unjuk rasa ini. Justru mereka demo pada jam kerja berarti mereka meninggalkan pekerjaan," ucap Manansang.
Advertisement