Liputan6.com, Jayapura - Desakan mundur kencang disuarakan para tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura. Atas hal itu, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura Yohanes Manansang mengatakan siap dengan keputusan apa pun, termasuk dicopot.
"Saya hanya ingin pelayanan di rumah sakit ini berjalan lebih baik lagi. Jika memang pimpinan saya memindahkan saya ke tempat lain dan saya harus copot dari jabatan ini, ya harus saya terima. Kita ini hanya prajurit di lapangan," kata Manansang kepada Liputan6.com, Kamis, 25 Februari 2016.
Ia menyatakan dirinya siap mendengarkan keluhan para tenaga medis walau mereka menuntutnya mundur. Ia membantah tuduhan para pengunjuk rasa yang menyebut dirinya tak membuka komunikasi.
Baca Juga
Advertisement
"Jika mereka (tenaga medis) datang kepada saya, pasti kita akan berbicara dengan baik. Tetapi ini kan tidak. Justru paramedis ini berbicara dengan orang di luar, seperti Gubernur Papua dan Kepala Dinas Kesehatan," ucap Manansang.
Manansang menyatakan ia memiliki bukti dan data yang membalikkan tudingan paramedis. Segala informasi itu, kata Manansang, telah diserahkan kepada Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) untuk segera ditindaklanjuti.
"Saya sudah sampaikan semuanya, tentang apa yang terjadi sebenarnya. Tim UP2KP obyektif dan bisa dipertanggungjawabkan," ucap dia.
Tudingan Aktor Intelektual
Manansang menuding ada aktor intelektual di belakang unjuk rasa ratusan tenaga medis yang disebutnya dilakukan tiba-tiba itu. Ia juga menyebut segala tuntutan yang dibeberkan tenaga medis tidak memiliki alasan yang jelas.
Ia mengklaim tindakannya didasarkan atas keinginan untuk meningkatkan pelayanan. Contohnya, jika ada dokter atau perawat yang ditegur karena menelantarkan pasien, jelas itu merupakan hak dari seorang direktur rumah sakit.
"Saya harus hadir di situ. Sudah banyak pengaduan dari masyarakat tentang kinerja tenaga medis yang buruk. Namanya pasien jangan pernah ditelantarkan dan kalau disia-siakan. Saya tetap harus ikut campur," kata dia.
Begitu juga dengan pemindahan tenaga medis yang satu ke tempat lainnya merupakan kewenangan dari dirinya sebagai pimpinan di instansi tersebut. Ia juga tak mengetahui jika nomor induk pegawainya tak terdaftar di Badan Kepegawaian Nasional.
"Sebab, saya dilantik oleh Gubernur itu memiliki SK yang didasarkan dengan adanya NIP," ucap Manansang.
Pihaknya juga membantah adanya jasa BPJS yang tak dibayarkan. Menurut dia, penyebabnya keterlambatan justru dari dokter yang tak membuat resume laporan. Setiap bulan, BPJS sudah harus diklaim sebelum tanggal 14. Di RSUD Abepura, jasa tenaga medis untuk BPJS per triwulan dibayarkan.
"Sepanjang empat bulan ini si dokter membuat kelalaian dan tak menuliskan resume, sehingga bagaimana kita mau bayarkan ini, sehingga jelas tak ada data yang mau di-input," ucap dia.
Dengan segala keterbatasan itu, ujar Manansang, petugas BPJS terus berusaha agar jasa itu dapat dibayarkan. Menurut BPJS, pembayaran jasa dalam proses pencairan dan mulai besok sudah dapat dibayarkan.
"Tetapi sebelum pembayaran ini, saya akan bertemu dengan mereka (tenaga medis) untuk memberitahukan mengapa jasa ini terlambat dibayarkan, agar dapat dipahami mana yang salah dan mana yang benar," ucap dia.
Yohanes Manansang dilantik Gubernur Papua Lukas Enembe pada April 2014. Dia dilantik setelah 10 tahun lebih memimpin Partai Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK). Sepanjang 2004-2009, Manansang menjadi anggota Komisi E DPR Papua membidangi kesehatan.
Pelantikan Manansang sebagai Direktur RSUD Abepura juga sempat menuai pro-kontra di masyarakat. Penyebabnya, apabila seorang PNS memilih menjadi pengurus parpol, yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan dari PNS itu, sesuai dengan PP No 5 Tahun 1999 yang lalu diperbarui dengan PP No 12 Tahun 1999 tentang PNS.
Advertisement