Sekarang Sperma Bisa Dibuat di Laboratorium

Penelitian masa lalu menunjukkan bahwa sel-sel kulit bisa diubah menjadi sel punca serbaneka, yang serupa dengan sel punca janin.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 26 Feb 2016, 19:35 WIB
Foto sperma. (Sumber Sebastian Kaulitzki via Shutterstock)

Liputan6.com, Nanjing - Kemajuan ilmu pengetahuan kembali melakukan terobosan. Baru-baru ini sejumlah peneliti berhasil membuat sperma di laboratorium dengan menggunakan sel punca janin. Sperma buatan itu dapat digunakan untuk membuahi sel telur tikus sehingga mendapatkan keturunan yang sehat dan subur.

Dikutip dari ScienceAlert pada Jumat (26/2/2016), sel-sel sperma buatan lab ini adalah yang pertama kalinya memenuhi standar rujukan utama—diistilahkan dengan ‘gold standard’—yang ditetapkan oleh tiga orang ilmuwan kesuburan pada 2014.

Kata John Schimenti dari Cornell University yang juga menjadi salah satu penentu standar rujukan yang dimaksud, “Pencapaian ini sangat luar biasa. Setahu saya tidak ada kelompok lain yang telah maju sejauh ini.”

Tim peneliti dari Universitas Kedokteran Nanjing di Tiongkok memang belum membuat sperma selengkapnya, melainkan hanya spermatid buatan.

Spermatid adalah sperma versi belum matang yang belum menumbuhkan buntut. Tanpa buntut itu, spermatid tidak bisa berenang, sehingga harus disuntikkan ke dalam sel telur tikus dengan menggunakan teknik IVF.

Untuk memenuhi gold standard sperma buatan tidak mudah. Para peneliti harus menunjukkan bahwa pada beberapa tahap perkembangannya, sel itu tetap memiliki sejumlah ciri penting, misalnya jumlah kromosom dan persentase yang benar terkait DNA donornya.

“Hingga sekarang, para peneliti bergumul untuk membuktikan bahwa mereka telah melewati proses pembelahan yang penting namun rumit, yang menyebabkan selnya hanya memiliki setengah jumlah kromosom dari induk jantan,” demikian dilaporkan Andy Coghlan dari New Scientist.

Tim Tiongkok bukan hanya mahir dalam proses pembelahan, tapi juga untuk mendapatkan keturunan yang sehat. Inilah dua faktor yang membantu mereka memenuhi syarat rujukan.

Kata Jiahao Sha, salah satu anggota tim, “Menurut saya, karya kami adalah yang pertama memantau dan memeriksa semua syarat untuk meiosis yang berhasil.”

Bagaimana mereka melakukannya? Para peneliti mengambil sel punca janin dari tikus jantan dan memaparkannya pada zat kimia cytokines sehingga memicu perubahan sel punca menjadi sel benih—yaitu sejenis sel yang kemudian berkembang menjadi sel kelamin (sel telur ataupun sperma).

Ketika sel-sel sedang menjadi berbeda, mereka didekatkan kepada jaringan serupa testis dan dipaparkan kepada testosteron supaya mengarah membentuk spermatid.

Teknik ini memang baru dicobakan pada tikus, sehingga belum diketahui halnya pada pria yang memiliki masalah kesuburan. Namun, diharapkan suatu hari nanti para peneliti bisa mengambil sel dari pria mandul—entah dari kulit ataupun pipi—dan membuat keadaan sel itu seperti sel punca janin untuk kemudian diubah menjadi spermatid.

Hal ini bukan mengada-ada. Akshat Rathi melaporkan di Quartz, demikian, “Penelitian masa lalu menunjukkan bahwa sel-sel kulit bisa diubah menjadi sel punca serbaneka, yang serupa dengan sel punca janin. Sel punca serbaneka ini bahkan telah diubah menjadi bahan sel telur dan sperma.”

Walaupun mungkin dilakukan secara teori, secara etis ini berarti kita masih jauh kepada penggunaan teknik ini untuk menciptakan manusia.

Kata ahli biologi Peter Donovan dari University of California, Irvine, kepada Verge, “Bagaimana kita tahu bahwa spermatid yang dibuat di lab sama mutunya dengan yang dibuat dalam testis secara seleksi alam?”

Keberadaan bayi yang lahir dari janin dengan modifikasi genetik memunculkan kekhawatiran akan ‘bayi rancangan’ yang mengabaikan tata urut alamiah.

Jika sperma buatan digunakan untuk menciptakan manusia, kita harus mengatasi masalah apakah mereka nantinya mengalami sejumlah cacat tersembunyi.

Yang jelas, para peneliti di Prancis dan Jepang menguntit perkembangan yang dicapai oleh Sha dan timnya dalam lomba menciptakan sperma buatan pada manusia. Hasil penelitian telah diterbitkan dalam Cell Stem Cell.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya