Liputan6.com, Madrid - Real Madrid bisa diibaratkan sebuah berlian. Tak boleh ada yang cacat di dalam berlian yang memancarkan sinar berkilauan karena itu bakal rusak nilai berlian tersebut. Begitulah perumpamaan Los Blancos di dunia sepak bola.
Baca Juga
- Dua Kali Insiden, Rio Haryanto Masih Dibela Bos Manor
- Presiden Baru FIFA Sewot Dibandingkan dengan Blatter
- 7 Bintang Sepak Bola Dunia yang Tak Pernah Cicipi Liga Inggris
Advertisement
Real Madrid dituntut selalu sempurna. Sebagai klub terkaya di dunia, kekalahan adalah aib yang harus dibuang jauh-jauh. Namun apa daya, kekalahan 0-1 Real Madrid dari Atletico Madrid membuat Los Blancos kini harus mulai lupakan gelar La Liga.
Madrid genap berjarak 12 poin dari pemuncak klasemen sementara Liga Spanyol, Barcelona usai Azulgrana menang 2-1 atas Sevilla dini hari tadi. Dua gol dari Lionel Messi dan Gerard Pique membuat mereka terus menjauh dari kejaran para rival.
Zinedine Zidane, pelatih Real Madrid sepertinya paham dengan hal itu. Maka itu, dia selalu mencoba untuk mengangkat permainan Real Madrid usai gantikan posisi Rafael Benitez yang dipecat awal Januari lalu.
Berhasilkah Zidane? Seperti yang sudah diduga banyak pengamat sepak bola, Zidane memang belum teruji kehebatannya. Dia bukanlah Josep Guardiola yang sukses dengan Barcelona di tahun pertamanya.
Zidane merintis karier kepelatihan sebagai pelatih Castilla atau Madrid C. Kepelatihannya bahkan sempat diprotes karena belum mendapatkan lisensi. Zidane seperti produk instan yang dipaksa matang oleh keputusan gegabah Presiden Madrid, Florentino Perez.
Bukti Statistik
Fakta statistik menjadi bukti mengapa Zidane pantas disebut belum teruji kehebatannya. Memang dari 9 laga di bawah kepimpinannya, Los Blancos hanya kalah satu kali. Sisanya Madrid imbang dua kali dan menang 6 kali.
Fakta juga membuktikan jika Madrid di bawah Zidane hanya digdaya saat melawan tim-tim lemah. Hanya menang lawan AS Roma saja dimana Madrid sedikit bisa membusungkan dada. Selebihnya lawan lemah.
Tiga hasil minor Madrid diderita lawan yang sebenarnya medioker, kecuali Atletico Madrid. Tengok hasil imbang 1-1 lawan Real Betis dan Malaga. Di atas kertas, kedua tim ini hanya tim menengah atau medioker yang biasanya dengan mudah dikalahkan Real Madrid.
Namun faktanya, Madrid kehilangan empat poin dari dua tim ini. Sedangkan Atletico Madrid adalah saingan langsung Madrid dalam perebutan juara atau saat ini posisi dua. Kedua tim ini sudah kerap terlibat bentrok.
Uniknya, setelah Jose Mourinho hijrah, Atletico mulai jadi raja setiap kali melawan Real Madrid. Tengok rekor pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone yang mampu rebut tiga kali kemenangan beruntun atas Madrid di Bernabeu! Sesuatu yang haram bagi Madridistas.
Maka itu, reaksi fan Madrid sangat geram melihat gawang Los Blancos kebobolan Antoine Griezmann di babak kedua. Bukan hanya kehilangan poin, Los Blancos seperti kehilangan harga diri. Terlebih lagi, Madrid makin ompong dalam perebutan gelar juara lawan Barcelona.
Sadar Diri
Zidane mulai sadar diri jika pengaruh kehadirannya di Bernabeu mulai luntur. Sejak awal diangkat, Zidane ogah disamakan dengan Josep Guardiola yang memulai karier sebagai pemain sebelum menjadi pelatih Barcelona.
"Jangan bandingkan saya dengan Guardiola. Dia sudah mendapatkan banyak prestasi," kata Zidane awal Januari lalu.
Seusai kekalahan lawan Atletico Madrid di derby, Zidane kembali mengingatkan publik jika dirinya bukan siapa-siapa. Dia sudah paham jika dia hanyalah pelatih interim yang mengantarkan Madrid hingga akhir musim saja.
Meski demikian, Zidane tak mau tim yang dipimpinnya terpuruk. Dia meminta pasukannya untuk tetap bersemangat untuk mengejar target, meski jalan makin terjal untuk ditempuh.
Tahun depan mungkin ada perubahan, pemain, dan pelatih. Tapi untuk saat ini, kita harus terus seperti kita memiliki sesuatu untuk tujuan," kata Zidane usai pertandingan seperti dilansir Soccerway.
"La Liga belum berakhir, tapi itu sulit sebelum pertandingan. Sekarang bahkan lebih. Tapi, kami akan terus berjuang, tidak akan melepaskan musim ini."
Peluang Madrid saat ini yaitu maksimal di Liga Champions. Jika mungkin mereka rebut undecima (gelar ke-11). Namun dengan suasana seperti ini, Los Blancos sulit berbicara banyak. Apalagi jika Cristiano Ronaldo sampai salahkan teman-temannya sendiri.