Liputan6.com, CIrebon - Polemik terkait warga Cirebon yang mengaku sebagai Raja Diraja Purwaka Caruban Nagari Kerajaan Cirebon dengan nama Sri Baginda Raja Pangeran Muhammad Abdullah Hasanudin (MA) semakin panas. Pihak Keraton Cirebon, baik Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, pun sudah bereaksi.
Penasehat Hukum MA, Jokowitantri, gelar MA sebagai Sri Baginda Raja berdasarkan penghargaan dari Kerajaan Kutai Kertanegara Mulawarman atas nama M.S.P.A. Iansyahrechza, FW sebagai ketua Lembaga Adat Besar Republik Indonesia (LABRI).
"Sifat gelar hanya istilah adat, bukan pengertian klaim adalah mendirikan kerajaan menyaingi NKRI atau gerakan makar atau apapun yang merugikan negara," kata dia di Cirebon, Senin (29/2/2016).
Dia menandaskan keberadaan LABRI sebagai ormas bertujuan menyelamatkan dan mempertahankan aset seni dan budaya kerajaan se-Indonesia, khususnya Cirebon. Pendirian LBRI sesuai akte notaris Sioni Andreas, SH.
Baca Juga
Advertisement
"Intinya gerakan kami menyelamatkan aset seni dan budaya kerajaan yang pernah ada di Indonesia," ujar Jokowitantri.
Dia membantah isu yang beredar terkait keberadaan LABRI yang dianggap menyimpang hingga menyesatkan. Pihaknya mengaku resah merespon tanggapan masyarakat terkait keberadaan LABRI yang identik dengan gerakan makar.
"Tidak ada latihan militer pengajian khusus bahkan doktrinasi. Yang bergabung di LABRI juga tidak kami paksakan," tegasnya.
Dia memastikan keberadaan LABRI dengan MA sebagai salah seorang yang dipercayakan oleh Kerajaan Kutai Kertanegara tidak mengganggu stabilitas nasional maupun daerah. Terlebih, lanjut dia, tidak mengganggu keberadaan keraton di Indonesia, termasuk Cirebon yang masih aktif.
"Klien saya tidak bikin kerajaan karena hanya ormas. Keraton juga tidak ada kaitannya dengan aktivitas klien saya. Tujuan klien saya mulia kok yaitu penyelamatan aset seni dan budaya seperti kumpulkan data aset kerajaan dulu," ujar Jokowitantri.