Liputan6.com, New York - Bursa Asia mampu menguat tipis di awal perdagangan Maret 2016 ini. Sentimen akan adanya pelonggaran kebijakan ekonomi di Tiongkok dan kenaikan harga minyak mendorong kenaikan beberapa bursa saham di kawasan Asia Pasifik.
Mengutip Reuters, Selasa (1/3/2016), indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,2 persen. Sedangkan indeks Nikkei Jepang justru turun 0,5 persen di awal perdagangan karena terpengaruh penguatan mata uang yen Jepang.
Penguatan indeks MSCI Asia Pasifik tersebut terjadi setelah Bank Sentral China atau The People`s Bank of China (PBOC) memotong rasio persyaratan pencadangan atau jumlah yang harus disiapkan oleh sebuah bank sebagai biaya pencadangan sebesar 50 basis poin. Pengumuman tersebut dilakukan pada Senin kemarin.
Baca Juga
Advertisement
"Efek umum dari penurunan pencadangan tersebut memang dipertanyakan. Namun pemerintah Tiongkok tidak akan mengambil langkah ini jika memang mereka tidak peduli dengan perekonomian," tutur Managing Director BK Asset Management, New York, AS, Kathy Lien.
Ia melanjutkan, jika memang China telah mengalami perlambatan di sektor manufaktur dan sektor jasa di Februari 2016 ini, hal tersebut harus diantisipasi terus-menerus.
Selain sentimen dari Tiongkok, penguatan bursa Asia juga terjadi karena kenaikan harga minyak karena adanya penurunan produksi minyak mentah dari OPEC maupun Amerika Serikat (AS). Selain itu, janji Arab Saudi untuk membatasi volatilitas harga minyak di pasar juga mendorong penguatan harga minyak.
Pada penutupan perdagangan kemarin, minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman April ditutup naik 97 sen atau 3 persen ke level US$ 33,75 per barel di New York Mercantile Exchange. Angka tersebut merupakan penutupan tertinggi sejak 6 Januari 2016 lalu.
Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan global naik 87 sen atau 2,5 persen ke level US$ 35,97 per barel di ICE Futures Europe. Sedangkan harga minyak Brent untuk pengiriman Mei, yang merupakan kontrak yang paling aktif, diperdagangkan naik US$ 1,13 atau 3,2 persen ke level US$ 36,57 per barel. (Gdn/Nrm)