Liputan6.com, Jakarta - Prediksi mengerikan diucapkan Brian Tucker, Presiden GeoHazards pascagempa Nepal yang meluluhlantakkan Kathmandu kaki Himalaya pada Sabtu 25 April 2015.
"Jika Anda bertanya, di mana gempa besar berikutnya akan terjadi, bukti yang paling kuat mengarah ke lepas pantai Sumatera," kata dia, seperti dikutip dari Time.
GeoHazards adalah lembaga nonprofit asal California, Amerika Serikat, yang mengkampanyekan pengurangan risiko bencana alam di daerah-daerah paling rawan di dunia.
Baca Juga
Advertisement
Prediksi tersebut kini 'terbukti' -- meski tak sepenuhnya terhadi. Hari ini, Rabu (2/3/2016), lindu besar dengan kekuatan 8,3 skala Richter mengguncang Kepulauan Mentawai pada pukul 19.49 WIB. Namun, kekuatan gempa kemudian direvisi menjadi 7,8 SR.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, pusat gempa berada di 682 km Barat Daya Kepulauan Mentawai, di kedalaman 10 km, dan berpotensi memicu tsunami.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada laporan kerusakan dan korban jiwa. Namun, ribuan warga yang tinggal di wilayah pesisir telah dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat -- juga Pulau Sumatera secara keseluruhan -- adalah wilayah rawan gempa dan tsunami.
Pulau-pulau di Mentawai sesungguhnya adalah dasar laut yang muncul di permukaan karena adanya tumbukan lempeng-lempeng bumi.
Lempeng bumi itu masih akan terus bertumbukan, yang kemudian menimbulkan gempa berpotensi tsunami.
Gempa dahsyat sebelumnya pernah terjadi. Pada 26 Desember 2004, gempa dengan kekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Samudera Hindia. Di ujung barat laut Sumatera.
Gempa memicu tsunami 30 meter, menghantam Aceh, Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, dan pesisir timur Afrika. Jutaan liter air laut tumpah ke daratan. Lebih dari 230 ribu nyawa melayang atau dinyatakan hilang. Menjadi salah satu bencana terdahsyat pada Abad ke-21
Lindu 7,6 skala Richter juga pernah mengguncang Sumatera Barat dan menewaskan 1.117 orang pada 30 September 2009.
Pada masa lalu guncangan alam juga pernah menghadirkan nestapa. Kala itu, Minggu 25 November 1833 sekitar pukul 22.00 WIB, lindu dengan kekuatan 8,8 sampai 9,2 skala Richter mengguncang, pusatnya berada di lepas pantai barat Andalas. Penyebabnya adalah pecahnya segmen palung Sumatera sepanjang 1.000 km.
Lindu dirasakan kuat di Padang, Sumatera Barat. Awalnya, getaran dianggap biasa. Namun, disusul guncangan kencang.
"Orang-orang berhamburan keluar, khawatir bakal terkubur di bawah bangunan yang bergetar hebat," demikian tulis seorang ilmuwan Dr. A.F.W. Stumpff, seperti Liputan6.com kutip dari makalah ilmiah berjudul 'Source parameters of the great Sumatran megathrust earthquakes of 1797 and 1833 in ferred from coral microatolls' yang salah satu penulisnya adalah ahli Indonesia, Danny Hilman Natawidjaja.
Peristiwa tersebut hanya terjadi 3 menit, namun dampaknya luar biasa. Gempa memicu terjadinya tsunami yang menerjang pesisir barat Sumatera dengan wilayah terdekat dari pusat gempa adalah Pariaman hingga Bengkulu.
Bencana pada 1883 yang berpusat di wilayah Sipora didahului gempa besar pada tahun 1797 di wilayah Siberut -- yang kekuatannya diperkirakan mencapai 8,7 - 8,9 SR. Lindu terjadi di Zona Megathrust Mentawai yang kini termasuk zona seismic gap (daerah jarang gempa atau yang sudah lama tidak mengalami gempa besar).
Gempa besar di (zona subduksi) Mentawai selalu berulang mengikuti siklus 200 tahunan.
Prediksi Gempa 8,9 SR
Prediksi Gempa 8,9 SR
Ini telah lama diprediksi: gempa dengan kekuatan hingga 8,9 skala Richter akan mengguncang Mentawai. Lindu yang memicu tsunami itu dinilai mengancam satu juta lebih penduduk di Padang, Pariaman, Painan, dan wilayah lain di Sumatera Barat serta Bengkulu.
Beberapa waktu lalu, pakar gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Danny Hilman mengatakan, prediksi gempa di Megathrust Mentawai kekuatannya diperkirakan antara 8,8-8,9 SR.
"Megathrust terbentang di pantai barat Sumatera, mulai Andaman, Aceh, Nias, sampai Selat Sunda, Jawa, Bali, Lombok," kata Danny. "Di Sumatera, Aceh sudah lepas (energi yang tertahan alias gempa), Nias sudah lepas, Bengkulu sudah lepas. Mentawai belum lepas," kata dia.
Penelusuran Liputan6.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga melansir prediksi tersebut pada Juli 2015.
Prediksi itu hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bersama pihak Prancis dan Singapura.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo kala itu menyebut, jika gempa 9 SR terjadi, 5 menit kemudian tsunami akan menyusul.
Gempa 9 SR diperkirakan bisa memicu tsunami sampai 10 meter. Jika terjadi di Mentawai, tsunami bisa menjangkau daratan Padang sampai sejauh 2 kilometer dan di sungai 5 kilometer.
BNPB bersama pihak-pihak terkait terus melakukan persiapan terkait potensi gempa tersebut.
Pada 2013, BNPB bersama 17 negara membuat simulasi gempa berskala nasional untuk menghadapi gempa dahsyat itu.
Sejak 2012 BNPB telah memiliki master plan terkait hal ini. Bahkan BNPB juga telah banyak membangun infrastruktur, termasuk shelter-shelter pengungsi. BNPB pun juga telah memiliki pusat pengendali operasi khusus yang buka 24 jam.
BNPB belum bisa memastikan kapan gempa besar tersebut akan terjadi. Namun jika melihat dari sejarahnya, saat ini sudah memasuki siklus 200 tahunan.
Selain daerah Mentawai atau di wilayah utara, wilayah selatan Jawa juga masih berpotensi akan terjadi gempa maupun tsunami. Juga termasuk wilayah Timur, khususnya Ambon.
Peneliti Geoteknologi LIPI Eko Yulianto mengatakan, warga Mentawai sudah tahu bagaimana menyelamatkan diri saat terjadi gempa besar. "Mereka lari ke bukit, itu sudah benar," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (2/3/2016).
Advertisement