Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila F Moeloek, mengimbau bagi siapa saja yang ingin melihat gerhana matahari total (GMT) membeli kacamata ultraviolet. Jika tidak, lebih baik dicegah dengan tidak melihat GMT daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Ada beberapa cara (biar aman melihat GMT), tapi kacamata ultraviolet paling pas. Kalau kamu kaya, silakan," kata Menkes di Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jl. HR Rasuna Said, Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (4/3/2016)
Ia juga mengimbau agar berhati-hati jika menerima kacamata yang diklaim aman ketika melihat gerhana matahari total. "Bagi-bagi kacamata? Grativikasi? Kalau kacamata cengdem hati-hati,yah," ujarMenkes.
Baca Juga
Advertisement
Cengdem adalah kacamata hitam yang terbuat dari bahan plastik dan dibandrol dengan harga murah. Biasa dijual bebas di lokasi wisata. "Betul itu. Kalau kacamata itu tidak bisa menahan UV ya sama saja," kata Nila menekankan.
Ia mengatakan, lubang ozon negara kita begitu besar. Telah terjadi penipisan ozon yang berakibat tidak lagi mampu menahan masuknya sinar ultraviolet. Jika terlalu banyak yang masuk ke mata, akan berbahaya. Jauh lebih baik kalau tidak melihatnya.
Matahari, kata Menkes, mengeluarkan sinar ultraviolet dan salah satu tipe dari sinar UV itu ada yang keras dan merusak.
"Sebenarnya, tanpa sinar pun kita tidak bisa melihat," kata Menkes.
"Sinar itu ke mana sih (ketika masuk ke mata kita?)? Dia ke dinding belakang atau retina, saraf, dan dia pergi ke 'gardu listriknya'. Sinar diubah jadi listrik, dikirim ke otak, balik lagi ke gardu, makanya kita bisa melihat baju warna cokelat, kerudung warna biru," kata Menkes kembali menjelaskan.
Kalau sinar ultraviolet diibaratkan seperti api lalu menyinar kena di gardunya dan membakarnya, manusia tidak bisa lagi mengirim sinyal ke otak. "Kita tidak bisa melihat, mata kita terganggu, ini yang ditakutkan. Lebih baik kita cegah," kata Menkes.