Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah dihadapkan pilihan pembangunan blok gas terbesar di dunia, blok Masela yang berada di Maluku, apakah akan dibangun di darat (onshore) atau di tengah laut (offshore).
Dradjad Wibowo, Ekonom dari Sustainable Development Indonesia/SDI mengatakan sampai saat ini blok gas lepas pantai pertama dimiliki oleh Australia yang lokasinya tidak jauh dari rencana pembangunan blok Masela baru teruji pada 2017.
"Belum ada asuransi yang mau cover proyek ini. Kalau memang menguntungkan pasti akan berbondong-bondong mereka karena preminya besar sekali, salah satunya ya itu teknologinya belum teruji," kata Dradjad di Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
Dradjad menambahkan jika blok tersebut dibangun di darat, sudah jelas teknologinya sudah teruji dan banyak digunakan di beberapa negara seperti negara-negara Timur Tengah, Rusia dan Turki.
Baca Juga
Advertisement
Selama ini, kilang-kilang minyak Indonesia juga dibangun di darat, tradisi inilah yang menurut dia harus dilanjutkan.
Tidak hanya itu, dari segi investasi yang dikatakan, selama ini Inpex dan Shell melalui konsultannya menyatakan investasi blok Masela jika dilakukan di lepas pantai memiliki investasi lebih murah, hanya sekitar US$ 14,8 miliar, daripada di darat yang sekitar US$19 miliar.
Dradjad menilai, apa yang disampaikan tersebut tidak rasional. Blok gas lepas pantai yang dikerjakan oleh Australia dengan sumber gasnya hanya setengahnya dari blok Masela menelan investasi mencapai US$12 miliar.
"Diklaim konsultannya Inpex biaya bangun di lepas pantai US$14,8 miliar, padahal cadangan gasnya lebih banyak dua kali lipat dari pada milik Australia, apa kita percaya dengan angka itu, kan tidak rasional," ujar dia. (Yas/Ahm)
Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini