Pendapat 3 Negara Soal Kehadiran Presiden Sudan di KTT OKI 2016

Berikut ini reaksi Sudan, pihak Indonesia, juga pernyataan Amerika Serikat terkait kedatangan Presiden Omar al Bashir.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 08 Mar 2016, 17:25 WIB
Presiden Sudan Omar Al Bashir ketika melakukan wawancara khusus dengan redaksi Liputan6.com di Jakarta, Senin (7/3/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai salah satu anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Presiden Sudan, Omar Hassan Ahmad al Bashir turut serta dalam gelaran Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Konferensi Islam (KTT LB OKI) di Jakarta. Namun kedatangannya memicu reaksi dari Amerika Serikat.

Pihak Amerika menyatakan prihatin melalui Duta Besarnya untuk Indonesia, Robert O'Blake, sebab Presiden Bashir sedang bermasalah karena diduga melakukan pelanggaran hukum internasional.

"Presiden Bashir dituntut oleh Mahkamah Pidana Internasional atau ICC atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Hingga saat ini surat perintah penangkapannya masih belum tuntas," demikian pernyataan Blake yang dimuat Selasa (8/3/2016).

"Meskipun Amerika Serikat bukan salah satu anggota Statuta Roma, yang merupakan perjanjian untuk membentuk ICC, kami sangat mendukung upaya ICC untuk menuntut pihak-pihak yang bertanggung jawab atas genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, serta kejahatan perang di Darfur," imbuh Blake.

Mendapati peringatan tersebut, Sudan pun merespons. Melalui kedutaannya di Jakarta mereka menyatakan Kedutaan Besar AS bahwa presiden Sudan di Indonesia datang atas undangan Presiden Jokowi.

"Pertama-tama kami ingin mengingatkan bahwa kehadiran Presiden Omar Hassan Al-Bashir Sekretaris Jenderal OKI dan Presiden Joko Widodo, yang merupakan mandat sebagai kepala negara tuan rumah penyelenggaraan KTT LB OKI kepada seluruh anggota sah OKI yang terdiri dari 50 lebih negara," jelas pemerintah Sudan melalui pernyataan resminya.

"Kehadiran Presiden Al-Bashir dalam KTT LB OKI di Jakarta adalah untuk mendukung rakyat Palestina yang menderita akibat jajahan negara zionis Israel yang didukung oleh AS," sambung pernyataan tersebut.

Melalui pernyataan itu, Sudan juga mengimbau AS untuk menunjukkan dukungannya kepada OKI dengan cara menjadi bagian dari konvensi, juga menunjukkan kepedulian pada ICC dan usaha yang ingin dicapainya.

Saat ini, AS bukan salah satu negara pihak Konvensi Roma yang membentuk ICC.

Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menanggapi kedatangan Presiden Sudan melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arrmanatha Nasir. Ia mengatakan pemerintah tak bisa menolak kehadiran Presiden al-Bashir dalam rangka KTT LB OKI di Jakarta.

Status Sudan yang anggota OKI membuatnya harus diundang dalam KTT OKI.

"Terkait Sudan, ini adalah pertemuan OKI, jadi semua anggota diundang," kata Armanatha saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Senin 7 Maret 2016.

Sebagai anggota, Sudan menerima 2 undangan, pertama dari Sekretaris Jenderal OKI Iyad Ameen Madani dan undangan dari Presiden Joko Widodo kepada tiap kepala negara anggota.

Sebagai tuan rumah KTT LB OKI) ke-5 tentang Palestina dan Al-Quds Al Sharif di JCC, 6-7 Maret lalu, Indonesia telah mengundang 56 negara anggota OKI dan empat negara peninjau.

KTT LB OKI Ke-5 tentang Palestina dan Al Quds di Jakarta dihadiri lebih dari 605 anggota delegasi dari 49 negara anggota OKI, 2 negara peninjau dan 5 perwakilan negara anggota Dewan Keamanan Tetap PBB, serta utusan khusus PBB dalam Kuartet Negosiasi Palestina-Israel.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya