Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty bisa disahkan pada tahun ini. Dengan pengesahan tersebut diharapkan penerimaan pajak bisa bertambah Rp 60 triliun.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengatakan, target penerimaan pajak pemerintah dari adanya kebijakan tax amnesty tersebut terlalu tinggi. Oleh karena itu, Yenny pesimistis pelaksanaan kebijakan ini akan bisa menambah penerimaan negara hingga Rp 60 triliun.
"Target yang Rp 60 triliun tidak mungkin tercapai. Dalam APBN ada target penerimaan yang diusulkan sebesar Rp 60 triliun, itu buat kami tercengang. Bisa masuk Rp 60 triliun dan itu disetujui oleh DPR. Ini membuat kami berasumsi Rp 60 triliun ini pondasi untuk kebijakan yang transaksional agar pengemplang pajak bisa kembali ke Indonesia," ujarnya di Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Yenny mengakui, memang masih ada potensi pajak di luar negeri sebesar Rp 2.000 triliun-Rp 3.000 triliun yang masih bisa digali. Namun permasalahannya, Indonesia belum mempunyai perjanjian kerjasama dengan negara lain terkait pengembalian uang negara.
"Potensi pajak di luar negeri bisa sebesar Rp 2.000 triliun-Rp 3.000 triliun itu betul, tapi kalau kita tidak disiapkanpirantinya. Kita tidak punya kerjasama soal pengembalian aset di luar negeri," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Oleh sebab itu, Yenny menilai jika kebijakan tax amnesty ini belum tepat jika diterapkan pada saat ini. Menurunya, pemerintah harus melakukan persiapan yang lebih matang agar kebijakan ini tidak kembali mengalami kegagalan seperti yang terjadi pada 1964 dan 1984.
"Kalau diterapkanya pada saat ini maka jadi tidak tepat. Afrika Selatan bisa sukses karena mereka sudah siapkan sistemnya sejak lama, kalau kita ini kan instan. Kalau seperti itu, ini akan gagal lagi," tandas dia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kredibilitas pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak dipertaruhkan. Bahkan jika penerapan kebijakan ini batal, bukan tidak mungkin akan memicu lebih banyak lagi tindak pengemplangan pajak oleh wajib pajak.
"Tax amnesty ini harus jalan, mau nggak mau. Istilahnya ini sudah point of no return. Kalau nggak lanjut, kredibilitas pemerintah bisa turun. Wajib pajak yang ada sekarang justru malah bisa kabur," ujar dia.
Selain itu, lanjut Yustinus, pemerintah juga telah banyak mengkaji sebelum kebijakan ini diterapkan. Pemerintah melakukan pembahasan yang cukup panjang dengan DPR agar kebijakan ini bisa terlaksana. "Jadi ongkos politik yang sudah dikorbankan buat persiapan juga nggak sedikit," dia menegaskan.
Yustinus sebelumnya memperkirakan, bila tax amnesty berjalan bakal mengumpulkan tambahan penerimaan pajak. Jumlah ini memang belum bisa menutupi keseluruhan selisih target pajak 2016 dibandingkan realisasi 2015.
Karenanya pemerintah diharapkan mengiringinya dengan perbaikan pengawasan, sehingga ke depan ada tambahan potensi pajak baru dan berdampak pada perbaikan rasio pajak (tax ratio) yang saat ini masih rendah.
"Dalam jangka panjang pemerintah harus fokus pada perluasan basis pajak. Kalau sistem manajemen dan pengawasan data bagus, ke depan akan ada kenaikan yang berkelanjutan," kata dia. (Dny/Gdn)