Mau Panggil Ahok, Pimpinan DPR Tak Kompak

DPR ternyata tidak satu suara. Antarpimpinan DPR bahkan saling klaim sebagai pihak yang benar atas rencana pemanggilan tersebut.

oleh Devira PrastiwiTaufiqurrohman diperbarui 08 Mar 2016, 21:01 WIB
Ade Komaruddin (tengah) bersama para Pimpinan DPR berpose bersama jelang pelantikan Ketua DPR yang baru, Jakarta, Senin (11/01/2016). Ade dilantik untuk menggantikan Setya Novanto yang mundur dari kursi Ketua DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR berencana memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ketua Panja Penegakan Hukum DPR Desmond J Mahesa menyatakan pihaknya akan memanggil Ahok terkait penggusuran Kalijodo, keberadan tempat hiburan Alexis-Malioboro, dan kasus RS Sumber Waras.

"Persoalan Sumber Waras, persoalan-persoalan penggusuran, persoalan perdagangan orang yang itu dibilang berizin seperti Alexis, itu kan perdagangan manusia. Ini berkaitan dengan itu semua," terang Desmond, Senin (7/3).

Selain Ahok, pemanggilan juga dilakukan terhadap Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian.

"Ini bagian dari menjelaskan persoalan. Sumber Waras, Ahok terlibat atau tidak. Ini wilayah yang harus diklarifikasi oleh yang bersangkutan," imbuh Wakil Ketua Komisi III itu.

Namun, DPR sendiri ternyata tidak satu suara. Antarpimpinan DPR bahkan saling klaim sebagai pihak yang benar dengan rencana pemanggilan tersebut.

Pimpinan DPR Fahri Hamzah, misalnya, menyebut Komisi III DPR tidak bisa meminta kedatangan Ahok jika tidak ada kasus hukum. Dari 3 isu yang akan ditanyakan, baru Sumber Waras saja yang tengah berproses hukum, itu pun baru laporan ke KPK, belum ada tindak lanjutnya.

"Dipanggil setelah masuk kasus hukum. kalau belum nggak bisa, misal sudah ada pemeriksaan kasus hukum Pak Ahok. Misalnya Sumber Waras, sudah melibatkan aparat negara," ungkap Fahri di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Senin 7 Maret 2016.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, bertemu dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Tito Karnavian. (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Soal kasus Sumber Waras sendiri, menurut Fahri Komisi III seharusnya meminta penjelasan BPK terlebih dahulu. Ini terkait hasil temuan BPK yang kini tengah diperiksa oleh KPK.

"Sumber Waras harus masuk ke ranah hukum dulu, harus klarifikasi ke BPK, apalah meralat dulu temuannya," kata Fahri.

"Konstruksinya adalah (bisa dipanggil) kalau proses hukum sudah berjalan, ada persoalan yang diawasi, membentuk panja atau pansus orang yang ada persoalan (hukum). Kalau tidak ada apa-apa, tidak bisa," jelas politisi PKS itu.

Ketua DPR Menyetujui

Namun, argumen Fahri dibantah Ketua DPR Ade Komaruddin. Pria yang akrab disapa Akom itu mengatakan, apa yang dilakukan Komisi III DPR sudah sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang ada.

"Semua agenda DPR memiliki fungsi pengawasan, legislasi berjalan baik, kalau ada pihak menjalankan itu ya bisa saja (panggil Ahok). Jadi, siapa bilang enggak bisa?" ujar Akom di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Akom menuturkan, pemanggilan Ahok oleh DPR tidak perlu menunggu ada kasus hukum pada ketiga tempat itu karena DPR bisa bebas memanggil siapa saja kalau memang diperlukan.

"Bisa semua (dipanggil DPR), semua WNI bisa (dipanggil). Dan DPR itu tidak boleh melakukan sesuatu yang merupakan tugas aparat penegak hukum," ucap Akom.

Pun demikian Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Ia mengatakan tidak ada masalah jika memang Ahok dipanggil ke Parlemen.

"DPR maupun DPRD tugasnya melingkupi bidang pengawasan, sehingga DPR kalau mau melaksanakan pengawasan khususnya kepada Pemda itu tentunya dimungkinkan selama itu koridornya di pengawasan yang diatur UU," ujar Agus.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan akan mengkaji terlebih dulu terkait pemanggilan itu. Sebab, yang dipermasalahkan Fadli adanya unsur TNI yang ikut dalam penertiban Kalijodo.

Ketua DPR Ade Komarudin (tengah) didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan menyampaikan hasil rapat Badan Musyawarah DPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/1). (Liputan6.com/JohanTallo)

"Iya nanti kita lihatlah, kita kaji sejauh mana. Selama itu fungsi dalam pengawasan hukum karena kan di situ juga ada misalnya penggunaan TNI apakah ini sudah sesuai prosedur atau tidak," kata Fadli.

"Karena itu kan di dalam Poksinya tidak ada ikut di dalam suatu proses seperti itu (penggusuran Kalijodo). Ya saya kira kita butuh TNI bukan sebagai tukang gusur, kita butuh TNI untuk pertahanan kita," ujar Fadli.

Adapun terkait sengketa Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Ahok telah sebelumnya dilaporkan oleh masyarakat.

"Jadi gini pas 17 November 2015 ada yang  sekelompok masyarakat datang ke Komisi III melaporkan pengalihan tanah RS Sumber Waras yang menurut mereka ada kejanggalan walaupun sudah dalam proses pengadilan," beber Dasco di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Ahok Pertanyakan Panggilan DPR

Sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku menghormati sikap Komisi III DPR yang ‎berencana memanggil dirinya. Namun begitu, urgensi pemanggilan terkait masalah tersebut dipertanyakan.

"Dia (Komisi III DPR) punya hak manggil silakan saja, tapi kan kalau manggilnya asal manggil, lucu juga. DPR kok ngurusin, emangnya DPRD DKI enggak ada guna lagi?" kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Dengan nada kesal, suami dari Veronica Tan ini pun mengingatkan jika dirinya juga pernah menjadi anggota DPR. Untuk itu, dia menyarankan agar para anggota DPR yang baru-baru untuk lebih melihat kepentingan apa memanggil dirinya.

‎"Saya kan pernah di DPR, yang baru jadi DPR jangan belagulah. Gue juga mantan dari lu juga. DPR gue tahu kok prosedur kamu seperti apa. Jadi enggak usah menggunakan kekuasaan salah pakai lah gitu, ini mirip-mirip DPRD kelakuan, mau panggil saya, panggil segala macam, oke, dasarnya apa gitu lho," papar Ahok.

Petugas saat melihat suasana kawasan Kalijodo yang rata oleh tanah di Jakarta, Senin (29/2). Kalijodo yang dulu terkenal sebagai salah satu pusat prostitusi di Jakarta kini sudah rata dengan tanah. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Soal dugaan Ahok melakukan pelanggaran HAM karena menertibkan kawasan Kalijodo, dia mengaku tak habis pikir kenapa yang dipanggil dirinya. Selain itu, jika dirinya dituding melanggar hukum terkait pembelian RS Sumber Waras, seharusnya lembaga penegak hukum yang menindak.

‎"Makanya kalau gitu jangan panggil saya dong, kamu panggil dong Komnas HAM. Memangnya kamu pengadilan? Laporin aja saya, laporin dong ke Polisi, Jaksa. Kalau dia merasa ini masalah hukum justru ketetapan negara mengatur KPK, BPK pun dipilih oleh DPR, ya panggil Jaksa dong, panggil polisi dong, jadi hierarkinya itu kalau DPR," tegas dia.

Namun demikian, dia mengaku tetap mengusahakan hadir jika Komisi III DPR resmi memanggilnya dan siap membahas semua yang selama ini dituduhkan terhadap dirinya.

"Tapi saya lihat saja, kalau saya bisa datang ya datang. Yang berkuasa, yang terhormat, yang terhormat gitu lho, lama-lama gue berantem nih. Komisi III yang mau manggil saya suruh buktiin harta terbalik, harta mereka dulu, pakai mobil apa, bayar pajaknya berapa, baru ngomong sama saya,‎" tegas Ahok.

KPK Tunggu Momentum Pilkada 2017?

Terkait dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini masih melakukan penyelidikan. Dalam penanganan penyelidikan itu, KPK sudah memeriksa sekitar 30 orang.

"Jadi proses penyelidikan masih berjalan dan telah dimintakan keterangan terhadap 30 orang. Baik dari pihak RS Sumber Waras maupun dari pihak Pemprov DKI," ucap Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Sejauh ini KPK memang belum meningkatkan dugaan korupsi tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Namun bukan tak mungkin, KPK akan segera menaikkan status tersebut dan menetapkan tersangka.

Namun Priharsa meluruskan anggapan bahwa KPK sengaja menunggu momentum Pilkada Gubernur DKI 2017 untuk menetapkan tersangka. Menurut dia, KPK tak perlu harus menunggu sampai Pilkada DKI 2017 digelar untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"KPK lembaga independen. Dalam penanganan perkara berpegang pada kehati-hatian dan tidak bergantung pada momentum, termasuk momentum Pilgub (Pilkada DKI)," ujar Priharsa.

 

***Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya