Liputan6.com, Jakarta - Planetarium di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, tampak berbeda dari biasanya. Sejumlah alat teropong berdiri di selasar ruang bangunan. Tak hanya itu, 4.700 kacamata khusus dipersiapkan untuk dibagikan kepada pengunjung esok hari.
Tempat edukasi benda-benda langit itu tengah bersiap menyambut datangnya gerhana matahari total yang menyapa 12 provinsi di Indonesia pada 9 Maret 2016. Daerah itu adalah Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Baca Juga
Advertisement
Selain 12 provinsi di atas, wilayah lainnya hanya dapat menyaksikan gerhana matahari sebagian dengan waktu berbeda-beda.
Tak ingin ketinggalan, para pemburu gerhana matahari total dari lokal maupun internasional berbondong-bondong menuju 12 provinsi tersebut. Bahkan di Palu dan Ternate, hotel-hotel penuh sudah dipesan sejak 2014.
Seorang astronot dari Belanda, Conijn Kuipers, yang pernah terbang ke bulan akan menyaksikan gerhana matahari total di Lapangan Kota Palu, Sigi, Sulawesi Tengah. "Kami sudah cek daerah ini sejak 2 tahun lalu," kata Event Organizer Asia World Indonesia, Riska, kepada Liputan6.com di Palu, Selasa (8/3/2016).
Selain itu, ada pula astronom terkenal asal Amerika, Jay Anderson. Total peneliti yang akan menyaksikan gerhana matahari di Palu berjumlah 200 orang.
Momen ini dimanfaatkan pemerintah daerah untuk menggaet wisatawan. Sejumlah acara unik digelar. Kota Balikpapan, Kalimantan Timur melangsungkan pesta laut saat peristiwa langka itu terjadi.
"Momentum bagus bagi Balikpapan dalam mengembangkan sektor pariwisata," kata Dinas Pemuda, Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Balikpapan, Oemy Fasesly, belum lama ini.
Tak hanya Kalimantan, di Sumatera Selatan tepatnya di Palembang juga menggelar acara berupa sarapan di atas Jembatan Ampera. Semua hotel menyatakan siap untuk menyajikan makan paginya di tempat itu.
"Hal ini karena Jembatan Ampera akan dijadikan salah satu tempat untuk menyaksikan kejadian alam tersebut," kata Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel Erlan Aspiudin, Selasa 1 Maret 2016.
Mitos Gerhana
Dalam media-media nasional dikabarkan, Presiden Soeharto sebagai kepala pemerintahan kala itu melarang keluarga besarnya untuk keluar rumah. Sebabnya pada 1983, tengah terjadi gerhana matahari total di Jakarta.
Hal ini disampaikan anak ke-empat Presiden Soeharto, Siti Hediyati atau yang akrab disapa Mbak Titik. "Kita di rumah saja. Karena katanya kan bahaya kalau melihat itu," ujar dia.
Akhirnya Mbak Titik dan keluarga serta ratusan juta masyarakat Indonesia melewatkan momen langka itu. Bila mungkin menyaksikan, mereka hanya melihatnya dari stasiun televisi nasional.
Fenomena alam itu dinilai dapat menimbulkan kesalahan pemahaman jika fakta yang sesungguhnya tidak disajikan dengan baik. Tak hanya itu, gerhana matahari bahkan dapat menimbulkan kepercayaan tertentu bagi masyarakat.
Warga di Banten meyakini gerhana matahari dapat membahayakan wanita hamil. Akhirnya mereka yang berbadan dua harus bersembunyi di bawah meja atau kasur agar sang anak tak menjadi belang warna kulitnya.
"Ada lagi yang mandiin kucing supaya anaknya enggak belang. Ada juga yang hamil mandi," kata Ketua Keluarga Besar Kesultanan Banten, Tubagus (Tb) A Abbas Waseedi Banten, Minggu 17 Januari 2016.
Bahkan, penduduk Suku Dayak Maanyan yang berdomisili di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah mengamati pergerakan bulan secara cermat. Karena isyarat langit itu membawa pesan tanda-tanda penting bagi kehidupan.
"Apabila bulan menutupi matahari atau mulai lindung dari bawah ke atas maka itu pertanda tidak baik," kata Damang Adat Desa Bundar, Kecamatan Dusun Utara Darlen, M Linda (73), Senin 7 Maret 2016.
Demikian halnya bila bulan menutupi matahari mulai dari atas menuju bawah, maka pertandanya pun sangat tidak baik, yakni manusia akan saling ribut baik itu perang, berebut kekuasaan dan sejenisnya.
Sebaliknya jika pergerakan bulan menutupi matahari mulai dari kiri atau kanan, maka itu akan menjadi pertanda dunia akan aman, adil, makmur dan sentosa.
Advertisement
Lihat dengan Ceria
Seiring dengan adanya edukasi tentang gerhana matahari, mitos-mitos itu perlahan mulai luruh. Masyarakat kini mulai antusias untuk menyaksikan kejadian yang akan terulang selama 300 tahun lagi.
"Sesuatu yang ditakuti pertanda buruk dipercayai masyarakat. Ibu yang sedang hamil harus bersembunyi. Ada kepercayaan akan beri dampak pada bayinya. Tapi sekarang itu sudah menjadi bagian dari khasanah kebudayaan, bukan lagi kepercayaan seperti yang dulu ditakuti," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com, Rabu 13 Januari 2016.
Pria berkaca mata itu menegaskan fenomena gerhana matahari total adalah peristiwa luar biasa. Bukan peristiwa berbahaya yang pantas dihindari. Karenanya, LAPAN gencar menyosialisasikan gerhana matahari total 2016 sebagai peristiwa yang mungkin sebagai pengalaman 'sekali seumur hidup'.
Seruan serupa juga disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK. Mantan ketua umum Golkar yang menyaksikan gerhana di Palu, Sulteng, ini mengajak masyarakat untuk melihat peristiwa tersebut.
"Untuk mengoreksi kejadian tahun 1983, di mana orang diajar salah untuk tidak bisa melihat dan harus tinggal di rumah. Itu kesalahan besar. Oleh karena itu, dianjurkan justru untuk dilihat walaupun harus pakai kacamata khusus," tegas JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 29 Februari 2016.
Ajakan itu disambut antusiasme masyarakat. Sebanyak 3.868 orang pelajar tingkat SLTA SMK dan Madrasah Aliyah se Kota Bengkulu akan menyaksikan fenomena gerhana matahari sebagian pada Rabu 9 Maret 2016. Kegiatan dipusatkan di Benteng Marlborough.
Acara diawali dengan salat gerhana berjamaah dipimpin imam besar Masjid Raya Baitul Izzah, dilanjutkan pembagian ribuan kacamata gratis di lokasi yang pernah dijadikan penjara bagi Bung Karno saat diasingkan di Bengkulu.
Kepala BMKG Yogyakarta Tony Agus Widjaya juga telah menyediakan teropong astronomi, proyektor, dan beberapa monitor berukuran 42 inci di Tugu Yogyakarta. Lokasi ini akan dijadikan tempat nonton bareng bagi warga Yogya yang akan mulai berkumpul pukul 06.00 WIB.
"Nantinya juga kita akan adakan live streaming dari kota-kota yang mengalami gerhana matahari total. Karena di Yogyakarta sebenarnya hanya gerhana matahari sebagian. Dengan live streaming kita bisa lihat juga gerhana di kota-kota lain," kata Tony.
Tips Aman Lihat Gerhana
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin memberikan tips tentang cara terbaik menyaksikan fenomena indah tersebut. Gerhana matahari total ini merupakan fenomena luar biasa, bukan peristiwa penuh marabahaya.
"Matahari sama seperti yang kita lihat kok. Yang membahayakan itu kalau kita tidak berhati-hati melihatnya," kata dia.
Alumni Kyoto University tersebut menambahkan, saat gerhana sebagian, secara refleks mata sudah merasa silau. Maka jangan dipaksakan atau berlomba melihat matahari secara langsung. "Itu sangat berbahaya."
Saat gerhana total, kata Thomas, justru paling bagus melihat langsung. Tanpa kacamata, tak perlu pakai filter.
"Asal berhati-hati. Yang paling riskan adalah peralihan fase total ke fase sebagian, saat Bulan mulai bergeser, cahaya matahari yang walau baru muncul sedikit sudah sangat kuat. Padahal, pupil mata kita sedang membesar. Hal itu bisa merusak retina," jelas dia. "Jadi, jangan terlalu asyik. Hati-hati," imbuh Thomas.
Selain itu, dia juga mengimbau umat muslim yang melaksanakan salat sunah gerhana agar diupayakan dilakukan lebih awal.
"Lebih baik sebelum gerhana total terbentuk, supaya tetap bisa menikmati fenomena tanda-tanda kebesaran Allah. Jadi bisa diperhitungkan salat sunah berjamaah, khotbah, setelah itu seluruh jemaah melihat keindahan itu. Kalau pas fase total gerhana nanti salatnya tidak khusyuk," Jelas Thomas.
*** Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar pukul 06.00-09.00 WIB. Klik di sini.
Advertisement