Wisatawan Lokal Ingin Rasakan Suasana Nyepi di Bali

Ada yang menarik saat perayaan Nyepi tiba.

oleh Dewi DiviantaYudha Maruta diperbarui 09 Mar 2016, 05:37 WIB
Pawai ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi di Denpasar, Bali. (Liputan6.com/Yudha Maruta)

Liputan6.com, Gianyar - Seluruh aktivitas di Bali berhenti total pada pagi ini. Umat Hindu Bali pada hari ini merayakan Nyepi tahun baru Saka 1938.

Umat Hindu Bali akan melangsungkan Catur Brata Penyepian, yakni 4 pantangan yang dilakukan saat melaksanakan Tapa Brata Penyepian. Keempat pantangan itu adalah Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Lelungaan (tidak bepergian), Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang) dan Amati Karya, tidak bekerja.

"Keempat pantangan tersebut memiliki makna menghentikan seluruh aktivitas. Termasuk pengendalian nafsu yang digambarkan dengan Amati Geni, melepaskan diri dari pengaruh duniawi dengan tidak bersenang-senang dan tidak bekerja," ucap Jero Mangku Puaka, salah seorang pemuka di Gianyar, Bali, Selasa 8 Maret 2016.

Dengan melakukan pantangan tersebut, imbuh Mangku Puaka, diharapkan bisa melakukan introspeksi diri atau dikenal dengan sitilah Mulat Sarira setelah melewati masa 1 tahun sebelumnya.

Ia menjelaskan, saat umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian, suasana Bali yang biasanya padat dan disibukkan dengan beragam aktivitas. Pulau Dewata akan tampak lengang dan sunyi.

"Tidak ada bisingnya suara mesin kendaraan, tidak ada kepulan asap dari knalpot motor, bahkan suara orang yang tengah berbincang. Dedaunan yang diterpa angin akan terdengar dengan jelas, serta kicauan burung terdengar semakin merdu. Bali benar-benar sunyi," ujar Mangku Puaka.

Saat malam tiba, cahaya bintang di langit terlihat lebih terang dari biasanya. Sebab saat Nyepi ada larangan untuk tidak menyalakan cahaya berupa lampu dan sejenisnya.

"Suasana benar-benar gelap gulita. Seluruh aktivitas ini diawali dengan Malam Pengrupukan, yakni malam sebelum Nyepi. Warga melangsungkan serentetan seremoni persembahyangan di lingkungan masing-masing, sambil memukul bunyi-bunyian untuk megusir pengaruh negatif di rumah mereka.

Pawai Ogoh-ogoh

Dan yang paling menarik adalah pawai ogoh-ogoh, berupa patung yang terbuat dari bahan yang tidak mencemari lingkungan dengan karakter menyeramkan sebagai visualisasi Buta Kala atau pengaruh kekuatan negatif.

"Ogoh-ogoh diarak mengelilingi desa dan dilanjutkan dengan mempralina atau membakarnya. Prosesi ini sebagai simbolisasi menetralisir kekuatan negatif, sehingga tidak mengganggu jalannya Catur Brata Penyepian," urai Mangku Puaka.

Keunikan inilah yang menarik sejumlah wisatawan domestik datang ke Bali untuk merasakan langsung Nyepi di Bali.

"Soalnya pas liburan Nyepi di Bali itu beda ya, karena ada ogoh-ogohnya juga kan kita tidak pernah lihat kayak gitu, terus suasananya pas Nyepinya juga semuanya gelap terus tidak boleh beraktivitas jadi beda aja pengen ngrasain," kata Friska, seorang wisatawan asal Surabaya, Jawa Timur saat pawai ogoh-ogoh di Gianyar, Selasa 8 Maret 2016.
 
Mereka mengaku momentum liburan kali ini sengaja dimanfaatkan untuk datang dan merasakan langsung keunikan Nyepi."Sedang liburan bersama keluarga, karena ingin tahu juga budaya Bali seperti apa, Nyepi itu seperti apa?" ucap Johan, wisatawan asal Surabaya.

Aktivitas di Bali akan kembali berjalan normal pada Kamis 10 Maret 2016 pukul 06.00 Wita.


Ogoh-ogoh Tolak Reklamasi

Sementara itu sejumlah pemuda memanfaatkan pawai ogoh-ogoh sebagai ajang menunjukkan perlawanan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 70 hektare oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).

Sempat terjadi pelarangan beberapa ogoh-ogoh yang bertema tolak reklamasi Teluk Benoa. Meski begitu, anak-anak muda yang penuh semangat itu tetap mengarak ogoh-ogoh itu. Seperti ogoh-ogoh yang dibuat oleh anak-anak muda yang tergabung dalam Pemuda Tanah Abu di Jalan Gunung Agung, Denpasar, Bali.

Malam tadi, mereka tetap mengarak ogoh-ogoh mereka yang dipusatkan di Lapangan Puputan Badung. Yudha, seorang pemuda yang mengonsep ogoh-ogoh tersebut menjelaskan, ogoh-ogoh yang dibuatnya menyimbolkan ketamakan investor terhadap reklamasi Teluk Benoa.

Ogoh-ogoh yang dibuatnya yakni berupa patung tikus raksasa, di mana di tangannya menggenggam sebuah ekskavator.

Pawai ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi di Denpasar, Bali. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

"Ogoh-ogoh kami bertema 'tolak reklamasi'. Ini memang sengaja dibuat untuk menyampaikan aspirasi kami dalam penolakan reklamasi Teluk Benoa. Ini sebagai bentuk kecintaan kami terhadap Bali," kata Yudha kepada Liputan6.com di Lapangan Puputan Badung, Selasa 8 Maret 2016.

Tak hanya di Denpasar, di Kabupaten Badung, tepatnya di Banjar Kancil, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, pemuda yang tergabung dalam Sekaa Teruna-Teruni (STT) Eka Dharma Canthi juga membuat ogoh-ogoh serupa. Ogoh-ogoh yang merupakan Jogormanik tengah mematahkan ekskavator itu diberi tema 'Sang Jogormanik Tolak Reklamasi'.

Ketua ST Eka Dharma Canthi, I Komang Sukra Wijaya menuturkan, Jogormanik merupakan Dewa yang bertindak mengadili perilaku buruk dari manusia. Ogoh-ogoh itu menyimbolkan jika rencana reklamasi Teluk Benoa merupakan perilaku tak baik bagi lingkungan alam Bali.

"Kami tidak memiliki kepentingan politis dengan ogoh-ogoh ini. Ini murni aspirasi kami agar alam Bali dijaga dan tidak dirusak," tutup dia.

 

*** Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar mulai pukul 06.00-09.00 WIB. Klik di sini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya