Liputan6.com, Jakarta - Meski harus tergantung pada alat bantu gerak dan bicara akibat amyotrophic lateral sclerosis (ALS) yang dideritanya, Stephen Hawking tetap diakui sebagai ilmuwan besar.
Kelumpuhannya bahkan tidak membuat laki-laki yang lahir di Oxford, Britania Raya, Inggris 74 tahun lalu itu menjadi lemah. Ia terus menciptakan terobosan-terobosan baru dalam bidang ilmu pengetahuan hingga membuat namanya termasyhur di dunia.
Dengan gelar profesor yang didapatkannya dalam bidang matematika di Universitas Cambridge, ia dikenal akan sumbangannya di bidang kuantum fisika. Terutama teori-teorinya mengenai gravitasi kuantum, lubang hitam atau black hole, dan radiasi Hawking.
Ketertarikan Hawking di bidang ilmu pengetahuan alam dimulai saat dirinya menjadi siswa di St Albans School di Hertfordshire, Inggris.
Baca Juga
Advertisement
Dalam sebuah video yang dibuat secara khusus oleh Varkey Foundation Global Teacher Prize, Hawkins mengungkapkan bagaimana kala itu saat menjadi seorang murid. Seperti dilansir dari Daily Mail, Rabu (9/3/2016), ia menggambarkan dirinya sebagai anak yang malas dengan tulisan tangan yang buruk.
"Saya sama sekali bukan siswa terbaik. Tulisan tangan saya sangat buruk dan sangat malas. Itu karena guru-guru di sekolahku membosankan. Tetapi tidak dengan Pak Tahta," ungkap Hawkins.
Dikran Tahta adalah gurunya saat masih menjadi siswa di St Albans School di Hertfordsghire, Inggris. Ia sekaligus seorang ilmuan yang kerap melakukan berbagai penelitian dalam bidang fisika.
Lewat setiap kelas yang dihadirinya, Hawking mengaku gurunya itu berhasil membuka matanya bahwa untuk menyingkap rahasia alam semesta adalah dengan matematika. Di situlah awal sang profesor lulusan Cambridge ini mulai jatuh cinta dengan pelajaran yang banyak dianggap orang sebagai ilmu yang paling sulit.
"Kelasnya begitu hidup dan menarik. Semuanya bisa diperdebatkan. Bersama-sama kita membangun komputer pertama saya. Komputer itu dibuat dengan switch mekanik elektro," kata Prof Hawking, seperti dilansir dari BBC.com, Rabu (9/3/2016).
"Terima kasih kepada Pak Tahta yang telah menjadi guru besar matematika saya di Cambridge. Posisi yang sama saat Isaac Newton mengajar dulu," lanjutnya.
Dalam video tersebut, Profesor Hawking juga mengungkapkan bahwa ia telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk membuka misteri alam semesta.
"Ketika kita masing-masing berpikir tentang apa yang bisa kita lakukan dalam hidup, kemungkinan besar kita bisa melakukannya karena seorang guru."
"Di balik setiap orang yang sukses, ada seorang guru yang luar biasa di belakangnya. Mulai hari ini, kita perlu seorang guru yang lebih luar biasa dari sebelumnya," tambahnya.
Tanpa seorang Tahta, Hawking tak akan pernah menjadi seorang guru besar di bidang matematika di Universitas Cambridge.
Global Teacher Prize adalah sebuah penghargaan bernilai 1 juta dolar yang diberikan untuk guru istimewa yang telah menciptakan kontribusi luar biasa dalam profesinya. Varkey Foundation meluncurkan Global Teacher Prize di tahun 2014 untuk meningkatkan derajat profesi mengajar.
Dan tahun ini, seorang guru matematika asal Inggris, Colin Hegarty adalah satu di antara 10 orang kandidat yang akan terpilih untuk penghargaan tersebut. Di antaranya para guru yang berasal dari Kenya, Pakistan, dan Amerika Serikat.