Liputan6.com, Medan - Bau amis keluar dari plastik bening berisi cairan dan selembar kecil kulit berbulu dengan corak loreng coklat, kuning dan hitam. Kulit itu merupakan bukti dari ulah sejumlah warga yang memakan harimau yang terperangkap jerat babi milik mereka.
Binatang langka malang itu tewas usai jerat babi di Desa Silantom Tonga, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Senin 7 Maret 2016.
Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) menyebut harimau tersebut masih hidup ketika terjerat jebakan.
Petugas Resort Cagar Alam Dolok Saut kemudian langsung menuju lokasi. Sesampainya di lokasi, harimau tersebut sudah mati dan berada di halaman rumah seorang warga.
Ketika petugas meminta bangkai harimau tersebut dibawa ke kantor BBKSDA Sumut, masyarakat menolak keras dan mereka berniat membagi-bagikan dagingnya ke warga yang lain.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Sumut Octo Manik mengatakan pihaknya bersama Polsek Pangaribuan dan Babinsa sudah pernah menyosialisasikan kepada masyarakat tentang langkanya harimau. Petugas menyampaikan kepada masyarakat, harimau adalah satwa yang dilindungi.
"Kita juga sudah menawarkan kepada masyarakat berupa ternak sebagai pengganti harimau tersebut agar jangan dipotong. Tetapi masyarakat tetap bersikeras untuk memotong harimau tersebut," kata Octo di Medan, Rabu (9/3/2016).
Tak lama, harimau tersebut dipotong-potong dan dibagikan kepada masyarakat yang hadir. Pihaknya kemudian meminta kepala desa membuat daftar nama masyarakat yang menerima daging harimau yang dibagikan, lalu mengambil 2 bagian kulit untuk dijadikan barang bukti.
"Jawaban masyarakat, ini sudah menjadi tradisi kalau dapat tangkapan akan dibagi-bagikan kepada anggota masyarakat. Menurut saya, kalau tradisi, maka sejak kapan ada praktik itu?" ujar Octo.
Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan BBKSDA Sumut Joko Iswanto menyebut pihaknya sudah menerima laporan tentang kejadian tersebut. Selanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk proses hukumnya.
"Mulai dari pemeriksaan saksinya dulu, artinya kalau seluruh masyarakat yang menerima daging harimau tersebut, ya kita panggil. Tapi kalau hanya para tokoh-tokohnya saja, ya tetap kita lakukan. Artinya, kasus ini tidak berhenti," ucap Joko.
Dia mengatakan, berdasarkan keterangan dari dokter hewan, harimau tersebut berusia diperkirakan berusia sekitar 5-6 tahun.
"Dari ahli, harimau dalam usia 5, 6, 7 tahun. Itu merupakan fase mencari wilayah atau teritorinya, sehingga bisa saja dia masuk ke lahan atau perkampungan masyarakat. Tapi memang selama ini kita tidak pernah mendengar adanya konflik antara satwa harimau dengan manusia di daerah itu," jelas Joko.