Liputan6.com, Jakarta - Sukses memuaskan para pecinta film animasi dengan dua film sebelumnya, kini si panda gembul Po hadir kembali ke bioskop Indonesia lewat Kung Fu Panda 3. Tak hanya unsur humor dan aksi, film arahan sutradara Jennifer Yuh Nelson dan Alessandro Carloni ini juga memberikan sentuhan drama nan mengharukan dan menggemaskan.
Seperti dua film pendahulunya, Kung Fu Panda 3 tetap berfokus pada Po, sesosok panda yang didaulat menjadi Pendekar Naga. Di sini, Po akan menemukan kembali jati dirinya sebagai seekor panda setelah sekian lama ia diasuh sesosok unggas.
Baca Juga
Advertisement
Film ini juga memiliki karakter antagonis baru, yaitu arwah pendekar jahat yang turun ke dunia demi bisa menyedot energi seluruh pendekar. Ancaman dari sosok bernama Kai tersebut, membawa Po kepada petualangan baru yang semakin menambah pengalamannya.
Dilihat dari judulnya, sudah bukan rahasia lagi bahwa Kung Fu Panda 3 mengangkat kaum panda sebagai fokus utama cerita. Di sini, Po tak hanya bertemu ayah kandungnya dan keluarga panda untuk pertama kali. Po juga dituntut menjadi pembimbing kaumnya ketika Kai semakin merajalela.
Seperti biasa, suara atau dubbing Jack Black sebagai Po mampu membawa penonton bernostalgia kembali dengan film pertama dan kedua. Peran Bryan Cranston yang mengisi suara sebagai ayah Po juga mampu mengimbangi Jack Black. Alhasil, kedua karakter tampak semakin menggemaskan ketika mereka bertemu.
Pergerakan alur cerita dalam film ini tidak lambat dan membosankan. Setiap rangkaian adegan selalu menyuguhkan bumbu humor dan drama yang diakhiri dengan konklusi yang pas. Sehingga tidak ada adegan yang bertele-tele dan memutar otak.
Beberapa adegan laga juga disajikan dengan sangat menarik dan menyegarkan. Alhasil, kita tak hanya melihat pertarungan kung fu biasa, tetapi juga mimik serta gerakan karakter yang terlihat alami khas Kung Fu Panda.
Namun cukup disayangkan juga beberapa momen menegangkan tampak dibungkus dengan kurang pas. Contohnya, ketika Kai bertemu dengan karakter tertentu. Apa yang dilakukan tokoh ini, bisa jadi terasa mengurangi watak bengis Kai yang seolah dijanjikan di pembukaan film.
Sebetulnya, penulis naskah Jonathan Aibel dan Glenn Berger bisa mencari cara lain agar Kai tampak lebih mengerikan di mata penonton tanpa mengorbankan nuansa ceria yang menjadi ciri khas Kung Fu Panda. Untungnya, watak unik Kai di sepanjang film ini tak terlalu merusak alur ceritanya.
Beberapa adegan flashback yang ditampilkan lewat animasi kasar juga seolah mengulang kembali apa yang ditampilkan di film pertama. Alhasil, masa lalu Po dan keluarganya masih menyisakan berbagai hal yang kurang tergali secara mendalam.
Tak hanya itu, di sini perkembangan Po dari awal film hingga menjelang klimaks, ditampilkan terlalu drastis. Karena itu, perjuangan Po menjadi pendekar yang sangat kuat terkesan sangat instan.
Tingkah laku para panda di film ini tampak alami dan menggemaskan, mengundang gelak tawa bagi penyuka film animasi dan hewan. Hanya saja, kehadiran mereka seperti 'menggusur' peran lima pendekar yang tergabung dalam Furious Five. Kelimanya jadi terasa kurang berarti, dan hal ini berpotensi mengecewakan para penggemar lima karakter tersebut.
Secara keseluruhan, Kung Fu Panda 3 sangat cocok menjadi hiburan penyegar otak usai bertaburnya film-film nominasi Oscar 2016 yang masih menjadi perbincangan. Kung Fu Panda 3 juga sangat sesuai ditonton anak-anak meskipun karakteristik Kai berpotensi membuat mereka ketakutan.
Momen-momen mengharukan yang melibatkan unsur kekeluargaan antara Po dan kedua ayahnya, dikemas dengan gaya yang khas. Sehingga bagi yang ingin mengajak keluarganya menonton film di bioskop, Kung Fu Panda 3 menjadi pilihan yang sangat tepat.