Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjadi saksi biksu akan nasib Dasep Ahmadi, Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama.
Pria yang dikenal sebagai pembuat mobil listrik ini pada Oktober 2013, akan segera berada di balik jeruji selama 7 tahun.
Majelis hakim memberikan vonis tersebut, karena Dasep terbukti, melakukan perbuatan memperkaya diri, yang merugikan keuangan negara.
"Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi," ujar Ketua Majelis Hakim Tipikor Arif Waluyo di ruang persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 14 Maret 2016.
Selain itu, Dasep juga dijatuhi hukuman denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 17,1 miliar
Hakim Waluyo menyatakan, jika Dasep dalam kurun 30 hari setelah putusan tidak membayar uang pengganti, maka hartanya akan disita.
"Jika masih belum cukup, maka terdakwa akan dikenai hukuman 2 tahun penjara," ungkap dia.
Putusan majelis hakim, juga menegaskan mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, tidak terbukti melakukan perbuatan yang merugikan negara, bersama-sama dengan Dasep.
Baca Juga
Advertisement
Majelis hakim menilai, terlalu prematur menyebut perbuatan Dasep bersama-sama dengan saksi Dahlan. Sebab, 16 unit mobil listrik untuk konferensi APEC tersebut, merupakan perjanjian yang disepakati antara Dasep dengan 3 perusahaan yang bersedia menjadi sponsor, yaitu PT PGN, PT BRI, dan PT Pertamina.
Hakim tak sependapat dengan pernyataan pengacara Dasep, yang menyebut surat dakwaan itu ingin digunakan jaksa sebagai pintu masuk, untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka.
"Majelis hakim menilai bahwa penuntut umum telah melakukan tugas dan kewajiban secara proporsional, dalam menguraikan pendapatnya," tegas Arief.
Tak Terima
Dengan vonis itu, Dasep menegaskan dirinya tak bersalah. Apa yang dilakukan selama ini hanyalah untuk menghasilkan yang terbaik.
"Kita melakukan yang terbaik, kalau masih ada kekurangan, ya itu wajar. Tapi, kalau ini disebut perbuatan kejahatan, saya tidak terima," tutur dia.
Dasep mengatakan, adalah hal yang wajar jika riset yang dilakukan seseorang masih memiliki kekurangan. Menurut dia, pihak-pihak yang menilai perbuatannya sebagai tindak pidana, sebenarnya belum memahami bidang penelitian.
"Makanya, teman-teman saya di ITB mendesak saya supaya melakukan banding," tutup Dasep.
Kasus terkait pengadaan mobil listrik untuk kegiatan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) XXI pada 2013 ini, diduga telah menimbulkan kerugian negara Rp Rp 28 miliar lebih.