Liputan6.com, London - NASA merilis data yang menunjukkan bahwa Februari tahun ini tercatat sebagai bulan dengan suhu terpanas selama satu abad.
Data tersebut menunjukkan suhu rata-rata di seluruh dunia pada bulan Februari lebih tinggi 1,35 derajat Celsius dari temperatur rata-rata pada bulan itu pada 1951 hingga 1980.
Rekor sebelumnya dipegang oleh Januari, dengan suhu 1,15 derajat Celsius lebih tinggi dari suhu rata-rata pada bulan tersebut di tahun-tahun sebelumnya.
"NASA mengeluarkan laporan cuaca yang mengerikan," ujar analis data dari website Weather Underground, Jeff Masters dan Bob Henson.
Baca Juga
Advertisement
"Hasil tersebut sangat mengejutkan. Dan hal itu juga sebagai pengingat kenaikan suhu jangka panjang di seluruh dunia akibat dari gas rumah kaca yang dihasilkan manusia," ujar Masters dan Henson.
"Kita sedang melejit dengan kecepatan menakutkan, yang mendekati peningkatan suhu maksimum, yaitu 2 derajat Celsius, atas pemanasan sejak praindustri," katanya.
Konferensi Tingkat Tinggi PBB yang diadakan di Paris pada Desember lalu telah mengkonfirmasi bahwa kenaikan suhu hingga 2 derajat Celsius adalah batas berbahaya dari pemanasan global dan tak boleh dilewati, seperti dilansir The Guardian, Selasa (15/3/2016).
Perubahan iklim biasanya dinilai dari tahun ke tahun dan 2015 memecahkan rekor sebagai tahun terpanas semenjak 1850.
Biro meteorologi Inggris juga memperkirakan bahwa 2016 akan menciptakan rekor baru, yaitu suhu terpanas global telah terpecahkan selama tiga tahun berturut-turut.
Seorang ilmuwan dari Postdam Institute of Climate Impact Reasearch di Jerman, Prof. Stefan Rahmstorf, berkata, "Kita sedang mengalami darurat iklim."
"Ini benar-benar mengejutkan... hal itu belum pernah terjadi sebelumnya."
"Hasil tersebut sangat mengkhawatirkan," ujar direktur kebijakan di Grantham Research Institute on Climate Change di London School of Economics, Bob Ward.
"Hasil tersebut menunjukkan bahwa kita semakin dekat untuk melanggar batas (2 derajat Celcius)... Jika kita menunda untuk memotong emisi gas rumah kaca, sepertinya suhu permukaan global akan melebihi tingkat di mana dampak dari perubahan iklim akan berbahaya."
El Nino terbesar semenjak 1998 memang meningkatkan suhu secara global, namun para ilmuwan sepakat bahwa faktor terbesar pemanasan di seluruh dunia disebabkan oleh emisi gas rumah kaca.
Prof. Adam Scaife, dari biro meteorologi Inggris, mengatakan tingkat es yang sangat rendah di Arktik juga berkontribusi untuk meningkatkan suhu.
"Terdapat rekor es terendah di Arktik selama dua bulan dan melepaskan banyak panas," ujarnya dalam Met Office memperkirakan bahwa rekor pada 2016 terjadi pada Desember.
Seorang ilmuwan iklim dari University of Reading, Inggris, Ed Hawkins, mengatakan, "Ini adalah lompatan cukup besar selama Januari dan Februari, meskipun data dari NASA menjadi yang pertama dalam mencatat suhu global."
"Kita perlu melihat angka-angka dari NOAA dan Met Office (biro meteorologi). Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi kami, karena efek yang berkelanjutan dari emisi gas rumah kaca dan kombinasi dari efek El Nino, 2016 akan mengalahkan rekor 2015 sebagai tahun terpanas," tambahnya.
Rekor peningkatan tahunan konsentrasi atmosfer karbon dioksida, yang merupakan penyusun utama gas rumah kaca, juga dipecahkan pada tahun 2015.
Penggunaan bahan bakar fosil dan El Nino mendorong gas karbon dioksida meningkat. "Tingkat Co2 meningkat lebih cepat dari ratusan ribu tahun lalu," ujar pemimpin ilmuwan di Global Greenhouse Gas Reference Network NOAA, Pieter Tans.