Liputan6.com, Jakarta - Sebuah berita menarik menyita perhatian saya beberapa hari lalu, mengenai unjuk rasa para driver moda transportasi umum yang menolak adanya transportasi aplikasi online. Saya paham, mungkin mereka merasa kehilangan lapak untuk mencari sesuap nasi.
Tapi, sudah jujurkah mereka pada diri sendiri, jelas menjadi sebuah pertanyaan, "apakah saya tak mampu bersaing?"
Transportasi berbasis aplikasi adalah sebuah moda yang tepat untuk memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. Ini sangat memudahkan masyarakat sebagai pengguna jasa.
Indonesia adalah negara berkembang yang sedang menyiapkan diri menjadi negara maju. Setidaknya, mungkin mendekati Singapura. Jadi, sewajarnya apabila ada perubahan besar yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan.
Kondisi ini mengingatkan saya akan sebuah klub bernama Paris Saint Germain (PSG). Jika kita tarik ke belakang, tiga atau empat dekade lalu kiprah tim asal Prancis ini mungkin nyaris tak terdengar atau dikenal.
Klub yang terbentuk dari unifikasi Paris FC dan Stade Saint Germain pada 1970 ini, bahkan pernah merasakan getirnya bermain di kasta rendah di Liga Prancis. Mereka baru menikmati sukses jadi juara di Ligue 1 pertamanya di musim 1984/85, yang diikuti dengan keberhasilan berikut 9 tahun berselang di tahun 1993/94.
Baca Juga
Advertisement
Namun, setelah itu, nama PSG seperti meredup. Baru, setelah melalui masa-masa sulit di era 2000-an, angin perubahan pun datang melalui Qatar Sport Investman. Pada tahun 2011, Robin Lepraux, Presiden PSG saat itu, langsung mendatangkan kembali mantan bintang klubnya Leonardo untuk menjabat sebagai Direktur Sport Les Rouge Et Bloue.
Leonardo paham, untuk bersaing di Ligue 1 dan pentas Eropa, dia harus mengubah komposisi tim menjadi lebih mewah. Nama pelatih sarat pengalaman Carlo Ancelotti pun dihadirkan ke Parc des Princes.
Namun, itu jelas belum cukup untuk mengubah keadaan. Leonardo menyadari ia membutuhkan sebuah moda untuk membantu timnya mencapai sebuah tujuan.
Tujuan yang didapat dari kemenangan demi kemenangan. Kemenangan yang bisa didapat dari pemain yang lapar untuk mencetak gol. Dan, pilihan pun jatuh pada "sang Monster" Zlatan Ibrahimovic.
Kapasitas Ibrahimovic untuk urusan mencetak gol sudah tak perlu dipertanyakan lagi. Ia datang dengan total 178 gol yang ia cetak dengan empat seragam berbeda (Ajax, Internazionale, Barcelona, dan AC Milan).
Kehadiran Ibrahimovic tak membutuhkan waktu lama untuk berintegrasi dengan skuat PSG. Terbukti, di musim pertamanya, pemain asal Swedia yang mengawali karier profesionalnya di Malmo Fc mampu mengemas 30 gol.
Gol-gol Ibrahimovic pun diiringi dengan 10 trofi yang dihadirkannya di lemari dinding PSG (4 Ligue 1,1 Coupe de France, 2 Coupe de la Ligue dan 3 trofi Trophee des Champions).
Tim yang saat ini diarsiteki eks pemain legendaris Prancis, Laurent Blanc, pun menjelma menjadi tim yang menakutkan bagi siapapun lawannya. Perubahan yang dilakukan Leonardo pun sukses, namun seiring dengan adanya perubahan maka selalu ada persaingan yang lebih ketat.
Kutukan Ibrahimovic
PSG memang berjaya di kancah domestik, namun tidak di pentas Eropa. Sejak kedatangannya ke Paris, Ibrahimovic hanya bisa mengantarkan Les Parisiens sampai ke babak perempat final.
Hasil ini seolah jadi kutukan yang menghinggapi pemain yang sudah mengoleksi 23 gol sejauh ini di Ligue 1. Kutukan ini jelas menjadi ketakutan yang menghantui pemain yang juga menyandang ban hitam taekwondo ini.
Dalam kariernya, Ibrahimovic telah mencapai banyak penghargaan Individu dan trofi yang ia sematkan di lemari dinding tim yang ia bela. Ini berbeda dengan trofi Liga Champions, "si Kuping Lebar" tak pernah sekalipun ia angkat dalam perjalanan karirnya.
Hal ini juga tentu membuat Ibrahimovic dan PSG memiliki tujuan baru. Tujuan yang membutuhkan perubahan dibandingkan tiga musim yang lalu.
Perubahan itu telah dirasakan PSG. Akhir pekan lalu, dengan menyisakan 8 laga tersisa PSG sudah memastikan trofi Ligue 1 keeenam mereka. Sementara di Liga Champions, PSG sudah memastikan tiket ke perempat final.
Perjalanan menuju San Siro, tempat laga final Liga Champions, di tanggal 26 Mei, sejatinya dimulai dari sekarang. Dengan modal berharga dan kemewahan rotasi pemain di jadwal yang padat, Blanc dan Ibrahimovic kini akan berjuang melangkah lebih jauh.
Sebuah perubahan akan selalu membawa kita ke era yang lebih baik jika kita siap bersaing dengan hal-hal baru.
Daripada mengeluh dan melakukan hal yang tidak berguna, apakah tidak lebih baik dengan menerima perubahan dan menghadirkan jiwa kompetitif dalam diri sendiri, untuk menyambut keberhasilan di masa yang akan datang.