Geletar Menegangkan di Jembatan Setan Gunung Merbabu

Mendengar namanya nyaliku langsung ciut. Rasa takut dan ngeri terus melekat dalam benakku, sebelum pendakian ke Gunung Merbabu

oleh Retno Wulandari diperbarui 15 Mar 2016, 19:30 WIB
Punggung buaya tampak dari kejauhan

Liputan6.com, Jakarta Mendengar namanya nyaliku langsung ciut. Rasa takut dan ngeri terus hinggap di benakku, sebelum pendakian ke Gunung Merbabu dimulai pertengahan Agustus tahun lalu. Dalam bayanganku, Jembatan Setan adalah sebuah jembatan yang menyeramkan, dipenuhi banyak roh halus yang bergentayangan mengganggu para pendaki dan bisa jadi sering memakan korban jiwa.

Saking penasaran, aku langsung cari-cari di internet dengan keyword “jembatan setan”. Di layar ponsel terlihat gambar-gambar yang seketika membuatku bergidik dan ngeri. Dalam foto-foto tampak beberapa pendaki merayap di dinding sebuah tebing terjal, tanpa pengaman apa pun. Hanya berpijak pada jalan setapak yang benar-benar hanya muat satu tapak kaki, sementara tangan harus berpegangan tali dan dinding batu terjal.

 

Muncul keinginan untuk mengurungkan niat. Namun jiwa petualangan yang ada dalam diriku mengatakan aku harus ikut. Rasa ragu itu pun seketika lenyap berganti penasaran. Satu minggu kemudian, tepatnya tanggal 15 Agustus 2015, aku bersama 10 teman berangkat ke Gunung Merbabu dengan pilihan jalur pendakian awal di Desa Cunthel Salatiga, Jawa Tengah. Dan aku wanita satu-satunya dalam pendakian ini. Keren kan.

Jembatan Setan adalah julukan yang diberikan para pendaki Gunung Merbabu. Disebut demikian karena treknya yang sangat ekstrem, dan nyali pendaki betul-betul diuji di sini. Satu tantangan yang diberikan oleh alam Merbabu bagi para penjelajah sebelum mencapai Puncak Kentheng Songo (3412 mdpl), pucuk tertinggi Gunung Merbabu.


Beberapa Trek Ekstrem

Melihat gunung-gunung lain dari Puncak Merbabu

Beberapa Trek Ekstrem   
Gunung yang berada di kawasan Taman Nasional Merbabu, Jawa Tengah ini memiliki 4 jalur pendakian, yakni Jalur Selo, Wekas, Tekelan dan Cunthel. Kami memilih Jalur Cunthel. Selain lebih pendek, di jalur ini pendaki juga bisa menemukan mata air. Meski yang kami pilih memang lebih pendek, tapi trek yang dilalui cukup merangsang adrenalin. Salah satu trek yang paling ekstrem, ya Jembatan Setan itu.

Rupanya kenyataan memang berbeda dengan yang dibayangkan. Bukan jembatan seperti layaknya penghubung antara tempat satu dengan yang lain, melainkan tebing. Dalam lagi.

Ketakutan yang menghantuiku datanglah sudah. Jembatan Setan sudah di depan mata, sebuah tebing terjal berbatasan jurang yang sangat dalam terpampang di hadapanku. Nyaliku langsung ciut kembali, hingga sempat ragu, “Apakah aku bisa melewatinya?”tanyaku dalam hati.

Rasa letih masih menghinggapiku, karena tak sempat istirahat setelah sebelumnya beberapa trek ekstrem aku taklukkan. Tiba giliranku, untuk menaklukan satu lagi trek terekstrem Merbabu. Kutarik napas dalam-dalam lalu kulangkahkan kaki dengan mantap. Teman-teman memberi instruksi supaya tidak ragu-ragu melangkah.

Jurang menganga tepat di belakangku. Aku mencari pegangan batu yang kuat, dan mulai merapatkan tubuh ke dinding tebing serapat mungkin. Bergerak perlahan ke samping, tapak demi tapak. Instruksi dari seorang kawan yang sejak awal selalu mengawalku benar-benar kuperhatikan. Langkah demi langkah kuikuti.

Tiba-tiba di tengah-tengah tebing aku kehilangan pegangan dan pijakan. Kulihat ke bawah, jurang menganga yang dalam siap menangkapku bila aku menyerah. Sempat panik juga. Justru itu doa terus keluar dari mulutku memohon keselamatan dari Sang Pencipta.

Angin bertiup cukup kencang, memaksaku untuk berhenti persis di tengah-tengah Jembatan Setan. Kaki terasa lemas, tangan gemetar, rasa takut spontan menjalar ke seluruh tubuh. Abdi, suamiku yang berada di depanku terus menyemangati dan mengingatkan untuk mencari pegangan yang kuat.

Saat itu ada seutas tali yang bisa dipakai untuk pegangan, namun tali itu dipasang ala kadarnya, sehingga aku tak sepenuhnya berpegang pada tali itu karena terlihat tidak kuat. Pegangan tangan yang kokoh dan langkah kaki yang mantap akhirnya mampu membuatku melewati trek Jembatan Setan. “Hahhh, lega rasanya, melewati jalur paling berbahaya ini,”ujarku dalam hati.

Mungkin sedikit gambaran ini bisa menunjukkan kenapa jalur disebut Jembatan Setan. Bukan karena banyak dedemitnya, melainkan karena kondisi yang sulit. 

Belum sempat istirahat, ketua tim memintaku untuk segera berangkat menuju Puncak Kentheng Songo, tanpa mampir ke Puncak Syarif, karena memang jalurnya berbeda.


Banyak puncak

Penulis, mejeng di Puncak Kentheng Songo

Banyak puncak

Merbabu memang memiliki banyak puncak. Kalau tidak salah ada tujuh puncak. Namun yang paling sering dikunjungi adalah Puncak Syarif (3119 mdpl) dan Puncak Kentheng Songo (3412 mdpl).

Beberapa trek ekstrem selain Jembatan Setan ada juga Geger Boyo (punggung buaya) yang lain menyebutnya Geger Sapi, Sri Gremet (sri perlahan), dan Ondo Rante (tangga rantai). Entah siapa yang memberi dan kenapa diberi nama ini. Namun jika melihat karakteristik medan pendakiannya memang sesuai namanya. Diberi nama Geger Boyo karena jika dilihat dari atas puncak Watu Tulis (puncak menara) trek ini terlihat seperti punggung buaya. Bisa dibayangkan, pendaki harus melewati jalur setapak lurus, namun landai dengan kanan kiri jurang, mirip punggung buaya.

Sementara dinamakan Sri gremet, karena jalur pendakian penuh dengan batu-batu terjal. Untuk menaikinya harus bergantian, karena jalan yang sempit dengan batu-batu yang rapuh. Jika tidak pintar memilih pijakan yang kuat, bisa terperosok. Sehingga melewati jalur Sri Gremet ini benar-benar “gremet” (jalan pelan sekali).

Sedangkan Ondo rantai adalah medan dimana pendaki harus menaiki bukit dengan kemiringan nyaris 90 derajat, hanya dengan berpegangan pada rumput, tak ada undakan kaki atau pijakan. Nyawa kami benar-benar bergantung pada rumput dan akar pohon. Karena tak juga mencapai atas akibat kelelahan, akhirnya teman yang sudah tiba lebih dulu di atas, mengulurkan tali untukku. Mereka memintaku untuk memegang tali dengan kuat, lalu menarikku.


Membius

Mejeng bersama di Puncak Kentheng Songo

Membius
Waktu menunjukkan pukul 12.30 wib, saat aku dan 10 temanku berhasil melewati Jembatan Setan. Dan kami pun bergegas menuju puncak. Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai ke Puncak Kentheng Songo. Tiba di atas puncak Kentheng Songo, sejenak aku dibuat terpukau atas apa yang tersaji di depan mata. Beruntung cuaca sangat cerah saat itu, dan cenderung panas. Matahari bersinar cukup terik. Aku memilih duduk diantara semak belukar sambil berteduh, sekedar melepas penat dan melemaskan kaki. Ajaib, seketika rasa penat dan lelah langsung. Bentang panorama alam Merbabu seolah membiusku.

Gunung Merbabu seolah menjadi pusat gunung-gunung di Jawa Tengah. Dari ketinggian Gunung Merbabu terlihat jelas gunung-gunung mengelilingi Merbabu. Di sisi selatan terlihat Gunung Merapi yang berdiri kokoh, dengan asap putih yang terus keluar dari kawahnya. Di sisi barat menjulang 2 gunung kembar; Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Sisi utara terdapat 3 gunung; Gunung Ungaran, Gunung Andong dan Gunung Telomoyo. Sementara di sisi timur nampak samar Gunung Lawu.

Inilah yang membuat para penjelajah alam seperti diriku menjadikan Merbabu sebagai tujuan favorit. Karakteristik medan pendakian yang ekstrem, pemandangan alam yang indah, sunrise dan sunset-nya yang luar biasa cantik, serta tujuh puncak yang menantang, tak ayal menjadikan gunung yang “tidur”panjang ini akan terus menjadi magnet bagi para penggila alam bebas. Ini cerita petualanganku, mana petualanganmu?!!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya