Modal Sampah, Wali Kota Semarang Berani Makan di Warteg Ini

Sistem bayar dengan sampah di warteg ini akan dikembangkan lebih luas.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 16 Mar 2016, 11:31 WIB
Warteg di Semarang terapkan sistem plastik bayar dengan sampah (Liputan6.com/edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Semarang - Kebiasaan Hendrar Prihadi makan di warteg tak serta merta hilang. Walau sudah dilantik menjadi wali kota Semarang, Hendi seringkali terpergok makan di warteg.

Kegemarannya makan di warteg itu bahkan mengharuskan salah satu stafnya berburu informasi adanya warteg yang enak dan murah. Makanan favorit Hendi adalah mangut Semarang, sambal, dan sayur lodeh.

Selain itu, ada lagi kebiasaan baru Hendi. Ia gemar mengumpulkan kantong plastik bekas. Beban Kijang Innova yang menjadi mobil dinasnya kini bertambah, yakni harus membawa karung berisi kantong plastik. Untuk apa?

"Saya mencoba melawan sampah plastik. Tak perlu teriak-teriak, tapi saya mulai dari diri saya sendiri," kata Hendi kepada Liputan6.com, Rabu (16/3/2015).

Sampah plastik yang dibawanya itu digunakan untuk membayar warteg saat makan. Hal itu sebagai respon atas kreativitas warga yang mengelola warteg dengan menggunakan sampah plastik sebagai alat pembayaran.

"Kemarin saya dapat informasi, ada warteg yang menerapkan sampah plastik sebagai alat pembayaran. Ini menarik," kata Hendi.

Di Semarang, baru ada satu warteg saat ini yang bisa menerima sampah plastik sebagai alat pembayaran. Jumlah warteg berbayar sampah itu diharapkan bertambah.

Bosan Diutangi Pelanggan

Adalah Sarimin dan Suyatmi. Pasangan suami istri itu pengelola warteg yang biasa menjadi tempat jajan para pemulung di TPA Jatibarang. Keduanya itu gelisah karena sejak buka warung, bukan keuntungan yang didapat, tapi justru menumpuknya piutang dari para pelanggannya.

"Saya berpikir, mereka hutang karena dagangan plastik bekasnya belum laku atau dibayar," kata Sarimin.

Dari pikiran sederhana itu, sejak 1 Januari 2016, ia menerapkan pola baru pembayaran. Yakni, menggunakan sampah plastik sebagai alat pembayaran.

Beruntung bagi Sarimin, sampah di TPA Jatibarang sudah dikelola dan dijadikan gas metana. Gas itu juga didistribusikan secara gratis bagi warga Jatibarang. Bermodal gas metana gratis itulah, ia membuka warung dengan modal dan pengeluaran tak begitu tinggi.

Kantin Gas Methan, itulah nama warung yang dibuka di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Semarang. Pengubahan metode pembayaran itu disertai harapan para pemulung yang kerap makan di tempatnya agar tidak berhutang lagi, bahkan bisa menguntungkannya.

"Untuk makan, syaratnya membawa minimal 20 kilogram sampah plastik. Kami sediakan timbangan sederhana di depan warung," kata Sarimin.


Lebih Menguntungkan

Lebih Menguntungkan

Sampah plastik itu kemudian dikonversi dengan harga sampah plastik basah akan dihargai Rp 400 per kilogram dan plastik kering Rp 500 per kilogram.

Nominalnya tidak bisa diuangkan, tapi diganti dengan makanan serta minuman. Bahkan jika harga makanan lebih murah dari nilai beratnya, sisa sampah bisa ditabung untuk makan berikutnya.

"Sehari bisa dapat 2 kuintal plastik yang dikumpulkan 20 pemulung. Biasanya kalau sudah, saya dapat 1 sampai 2 ton lalu diangkut. Saya untung dari plastik dan dagangan nasi," kata Sarimin sambil tertawa.

Berapa keuntungan menerima sampah sebagai alat pembayaran?

"Kami bisa untung lumayan karena gas metana ini gratis. Sebulan kantin sampah ini bisa untung Rp1,5 juta," kata Suyatmi,sang istri.

Warteg di Semarang terapkan sistem plastik bayar dengan sampah (Liputan6.com/edhie Prayitno Ige)


Lalu apa saja yang dihidangkan di Kantin Gas Methan? Menunya cukup sederhana, tapi tetap mengenyangkan yaitu Nasi Rames dengan berbagai lauk, Nasi Telur, Nasi Lele, dan Nasi Mangut.

Tergelitik informasi itu karena ada makanan kesukaannya, Wali Kota Semarang sengaja mengumpulkan sampah plastik. Setelah dirasa cukup, ia datangi warung Sarimin. Seperti pengunjung biasa, ia menimbang sampahnya dan makan dengan lahap. Kali itu, Hendi memilih menu nasi pindang dan sayur daun ubi jalar.

"Saya penasaran. Bagi saya ini inovatif. Pemerintah Kota Semarang akan support agar masyarakat  memahami pengolahan sampah menjadi barang yang lebih berguna," kata Hendi.

Dikembangkan Luas

Menurut Hendi, jika memungkinkan, akan dilakukan pengembangan warung dengan metode warung Bu Yatmi itu. Selain bisa memerangi sampah plastik, ia melihat warteg kreatif itu juga bisa memberdayakan ekonomi masyarakat dalam menghidupi keluarganya.

Selain itu, pemilahan sampah plastik di Kantin Gas Methan, sangat bermanfaat untuk proses pemanfaatan sampah plastik menjadi listrik seperti program pemerintah yang mulai dicanangkan, atau mempermudah untuk proses mendaur ulang.

"Dari ide bapak dan ibu warung ini, UPTD Jatibarang dan Dinas Kebersihan harus bisa mengembangkan ke lokasi lain. Pak Sarimin dan Bu Yatmi termasuk Pahlawan lho, pahlawan lingkungan, " kata Hendi.

Hendi menjelaskan ide makan dengan sampah plastik sebagai alat pembayaran itu akan diterapkan di daerah lain beriringan dengan peraturan plastik berbayar.

Jika sudah terwujud, pemerintah membuat akses agar sampah-sampah plastik itu  dibeli oleh pengepul atau orang-orang yang mampu mendaur ulang menjadi barang bernilai jual.

Usai makan, ternyata Hendi masih punya sisa atau tabungan sampah di warung itu.

"Sisanya buat besok lho pak. Besok kalau saya makan tinggal bawa dikit lagi sudah lunas kan?" kata Hendi kepada Sarimin saat hendak meninggalkan warung itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya