Liputan6.com, Jakarta Setelah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan dua tahun, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun bersuara. Menurut IDI, sebuah perubahan harus diikuti perbaikan tata kelola pelaksanaan dari JKN ini. Begitu juga dengan kapitasi untuk FKTP dan INA-CBGs seharusnya menjadi lebih baik pula.
Baca Juga
Advertisement
"Kita dalam kapasitas bukan ingin apakah perlu peraturan ini ditinjau ulang atau menolaknya. Tapi kita ingin, munculnya kebijakan harus ada landasan pemikirannya," kata Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia, Dr Moh Adib Khumaidi di kantor PB IDI, Jakarta, Jumat (18/3/2016)
PB IDI hanya ingin mengawal agar kualitas masyarakat terjamin. Dan tidak hanya dirasakan oleh satu pihak saja.
Juga mengenai besarnya iuran, menurut Adib, seharusnya besaran premi PBI Rp 27 ribu tapi kenyataannya masih Rp 23 ribu. "Kemudian untuk non PBI di kelas yang sama adalah Rp 36 ribu, sekarang masih Rp 30 ribu," ujar Adib.
Sekretaris Bidang Kesejahteraan Dokter Advokasi dan Monev Terapan JKN untuk Masyarakat, Dr Noor Arida Sofiana, MBA menambahkan, iuran sudah direkomendasikan Dewan JSN. Menurutnya, tanpa adanya dukungan anggaran tidak akan terwujud maksimal.
Mengenai sistem pelayanan yang harus diperbaiki, baik Adib maupun Arida sepakat tidak hanya jumlah dokter yang harus sesuai dengan rasio, baik fasilitas dan prasarana kesehatan harus ditingkatkan juga.
"IDI tentunya menjadi bagian dalam program JKN yang memberikan kemaslahatan untuk semua, bukan untuk masyarakat saja," kata Adib.