Sudarjo dan Pasukan Burung Hantu Cilacap

Burung-burung hantu Sudarjo bertugas megusir hama tikus sawah yang memusingkan petani.

oleh Aris Andrianto diperbarui 18 Mar 2016, 20:39 WIB
Warga Cilacap membangun pasukan burung-burung hantu untuk melawan hama tikus sawah (Liputan6.com/Aris Andrianto)

Liputan6.com, Cilacap - Sudarjo Kasum, 65 tahun, melepaskan belasan tikus ke tanah. Tak menunggu lama, burung-burung hantu menukik dari atap kandang, menyergap tikus-tikus yang berlarian menyelamatkan diri.

"Ini tinggal sedikit, sudah saya lepas ke rumah burung hantu di sawah-sawah," kata Sudarjo Kasum, saat ditemui Liputan6.com di rumahnya, Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos Cilacap, Jumat (18/3).

Musim hujan membuatnya kesulitan mencari tikus untuk pakan burung hantu. Pada saat musim kemarau, burung hantu di kandangnya bisa mencapai puluhan. Mereka dilatih untuk memangsa tikus yang suka memakan bulir padi milik petani.

Penggunaan burung hantu sebagai musuh alami tikus cukup menguntungkan petani. Biasanya, petani hanya mampu panen sebanyak 5,6 ton per hektare, kini mereka bisa panen 9,8 ton per hektare. Capaian itu tak lepas dari bantuan burung hantu.

 



Tikus sawah atau Ratus agentiventer merupakan momok atau monster yang sangat menakutkan bagi para petani. Hewan pengerat ini mematahkan semangat dan harapan para petani untuk memanen padinya, karena dapat menurunkan tingkat produksi padi 40 - 60 persen.  

"Tak  jarang pula, kami harus gigit jari karena harapan panennya dipupuskan oleh sang monster itu," kata Sudarjo mengenang masa lalu.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh para petani sejak zaman dahulu kala untuk membasmi hama tanaman yang terkenal cerdas ini.

Cara yang telah mereka lakukan seperti gropyokan, menggunakan belerang, racun dan berbagai cara lainnya namun tidak pernah membuahkan hasil yang memuaskan.

Karena alasan itulah, Sudarjo bersama kawan-kawannya memutar otak untuk melindungi hasil panennya. Areal persawahan mereka sungguh sangat ideal karena di tepian irigasi sungai Serayu.

Namun irigasi yang baik, benih unggul, dan metode tanam yang baik tak menjamin hasil panen seperti yang diharapkan. Hasil jerih payah mereka sering sirna diserang tikus.

"Sampai akhirnya kami mendapatkan pelatihan dan informasi cara penanganan hama ini dengan menggunakan predator alami atau hewan pemangsa, yaitu dengan memelihara Tyto Alba (Burung Hantu) jenis Serak Jawa," kata dia.

Warga Cilacap membangun pasukan burung-burung hantu untuk melawan hama tikus sawah (Liputan6.com/Aris Andrianto)

 Tyto Alba jenis Serak Jawa yang dikenal juga dengan nama Burung Hantu Barn adalah hewan nocturnal yang sangat setia dengan pasangan serta tempat tinggalnya. Tak bisa bisa membuat sarang sendiri, mereka bersarang di lubang-lubang pohon besar atau rumah-rumah kosong yang jauh dari lokasi persawahan.

Agar mereka dapat bersarang di dekat persawahan, maka dibuatkanlah sarang sederhana dari bambu dan kotak kayu bekas di tengah persawahan, yang dikenal dengan nama RUBUHA (Rumah Burung Hantu).

Pembuatan rubuha ini memudahkan burung hantu berburu tikus di sawah. Masalahnya kandang yang terbuat dari bambu dan papan kayu bekas tersebut tidak permanen, maka sering mudah rusak dan roboh terkena hujan dan panas serta diterpa angin di tengah sawah.

"Sehingga burung hantu kembali bersarang di rumah-rumah kosong dan tentunya kurang efektif dalam berburu tikus," kata Sudarjo.

Untung saja Sudarjo dibantu oleh Bank Indonesia (BI) Purwokerto. Gabungan Kelompok Tani Sumber Makmur yang dipimpin Sudarjo diberi bantuan 40 unit Rubuha permanen di tengah sawah. Setelah itu giliran Pertamina Cilacap yang ikut membantu membuat Rubuha.

"Wong BI aja membantu, masak Pertamina yang punya depo di desa ini tidak," kata Darjo sambil tersenyum.

Membuatkan sarang sang predator seperti Rubuha ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Mereka harus mencari referensi ke sana ke mari agar Rubuha yang dibuat dapat efektif dam mau ditempati sang predator tikus sawah.

Tiang harus terbuat dari beton dengan pondasi cakar ayam sehingga tidak mudah roboh di tanah persawahan yang lembek. Tingginya 4 meter dari permukaan tanah untuk memudahkan Serak Jawa mengintai dan membawa pulang hasil buruannya dengan mudah.

Tyto Alba adalah satwa malam yang istirahat pada siang hari. Kandangnya pun dibuat dari kayu dilapisi kawat streaming kemudian dilapisi semen, agar tidak panas di siang hari.

Pintu masuknya pun harus menghadap ke utara atau selatan, sehingga menghalangi sinar matahari masuk. Satwa ini tidak senang kena sinar matahari.

"Terakhir agar terhindar dari gangguan manusia dan kebisingan, penempatan Rubuha juga harus strategis di tengah sawah dengan jarak antara satu dengan yang lainnya antara 50-75 meter sehingga daerah teritorial perburuannya terbagi rata," kata Sudarjo.

Saat ini, total ada sekitar 70 unit jejeran tiang beton Rubuha membentang 1,7 km x 2 km di Desa Maos Kidul. Rubuha itu menjadi sarang bagi 140 ekor Serak Jawa guna mengamankan teritorial persawahan dari serangan gerombolan tikus.

Seekor Serak jawa mampu mengawal lebih kurang 3 hektare sawah, ini berarti kurang lebih 300 hektare sawah dapat terbebas dari serangan tikus.

Setelah dua kali musim panen, Desa Maos Kidul merupakan merupakan desa yang mempunyai produktivitas padi tertinggi di Kabupaten Cilacap.

Persawahnnya aman dari serangan hama tikus. Tentu saja salah satu penyebabnya adalah  adanya Rubuha dalam jumlah yang ideal di areal persawahan tersebut.


Membangun Skuadron Burung Hantu

Setelah Rubuha selesai dikerjakan, tidak serta merta burung hantu mau menempati sarangnya. Sebelum ditempati, pasangan setia itu mengamati dengan menjadikannya tempat singgah terlebih dahulu bersama pasangannya. Proses secara alami ini memang memerlukan waktu yang agak lama.

"Untuk mempercepat proses penghunian Rubuha kami juga memindahkan sepasang indukan sekaligus dengan anaknya," katanya.

Cara ini, lanjut Sudarjo, cukup efektif karena mau tidak mau sepasang indukan akan kembali ke Rubuha yang baru tersebut untuk memberi makan anaknya dan dalam waktu 4 bulan mereka telah terbiasa dengan sarang barunya tersebut.

Namun, persoalannya belum selesai sampai di situ, setiap tahun masa kawin dan bertelur Tyto Alba pada bulan April dan September. Sepasang Tyto Alba secara bersama-sama merawat anaknya sampai dengan usia 4 bulan.

Setelah anaknya sudah pandai belajar terbang oleh induknya akan diusir dari kandangnya untuk belajar hidup mandiri, sehingga sering dijumpai anak Tyto Alba remaja di bawah Rubuha.

Di samping dengan adanya Peraturan Desa (PERDES) berupa larangan berburu dan menangkap Tyto Alba, banyak masyarakat desa yang menyerahkan Tyto Alba yang ditemukan.

"Hal inilah yang menginspirasi kami dan dibantu BI Purwokerto untuk membuat penangkaran guna manampung anak-anak Tyto Alba sebelum mereka mampu berburu secara mandiri," kata Sudarjo menambahkan.

Selanjutnya Kantor Perwakilan BI Purwokerto menyalurkan bantuan sebesar Rp 50 juta untuk pembangunan penangkaran tersebut. Penangkaran berhasil dibangun dengan luas 6 x 9 meter dan tinggi 7 meter dengan megahnya.

Layaknya sebuah Pusdiklat Skuadron tempur, penangkaran ini dilengkapi pula dengan tempat persediaan logistiknya berupa tempat pemeliharaan tikus untuk persediaan makanan Tyto Alba muda, sebelum mereka mampu berburu secara mandiri.

Kini ada belasan ekor Tyto Alba muda yang berada di Pusdiklat dan sedang ditangani oleh Sudarjo Cs yang bertindak sebagai instrukturnya. Pada saatnyapasukan itu siap ditugaskan mengawal areal persawahan dari serangan tikus untuk ketahanan pangan.

Warga Cilacap membangun pasukan burung-burung hantu untuk melawan hama tikus sawah (Liputan6.com/Aris Andrianto)

Keberhasilan Gapoktan Sumber Makmur mengelola Rubuha untuk mengendalikan hama tikus membuat Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap ini mulai terkenal sebagai sentra Tyto Alba Jenis Serak Jawa.

Kini Sudarjo dan kawan-kawan harus sering kedatangan tamu dari berbagai daerah. Mulai dari  Kelompok Tani, Perguruan Tinggi, serta mahasiswa.

“Kalau sore hari masyarakat desa Maos Kidul menjadikan tempat penangkaran ini sebagai wahana hiburan dikala sore hingga petang untuk melihat satwa malam yang tentunya akan sulit dijumpai di alam bebas,” katanya.

Saat ini banyak desa yang meminta Sudarjo untuk membuatkan Rubuha dan sekaligus mengisi rubuhanya dengan burung hantu.

"Saya kadang dibayar rokok, tapi tidak apa karena saya senang bisa membantu meningkatkan produksi pertanian," kata Sudarjo.

Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan BI Purwokerto, Djoko Juniwarto mengemukakan, bantuan yang diberikan pihaknya kepada petani di Maos Kidul pada 2014 berupa pembuatan ubuha sebanyak 50 buah. Rubuha-rubuha itu diletakkan di tengah sawah.

"Sengaja diletakkan di tengah sawah agar jauh dari jalan dan kebisingan," ujarnya.

Menurut Djoko, masyarakat Desa Maos Kidul menikmati kerja-kerja yang dilakukan Sudarjo. Bahkan, panen beras yang dihasilkan cukup besar usai mengembangkan predator lokal tersebut.

"Setidaknya ini juga sebagai program untuk membantu pemerintah dalam menekan laju inflasi yang selama ini dalam sektor pertanian, terutama beras memiliki andil di dalamnya," ucapnya.

Bahkan, keberhasilan tersebut mendorong Pemkab Cilacap untuk mengembangkannya di kawasan lain. Pun reduplikasi serupa juga dilakukan di wilayah lain oleh Bank Indonesia Purwokerto.

"Kami mereplikasinya di tiga desa di Banyumas, dengan jumlah rata-rata 12 unit di setiap desa," ucap Djoko.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya