Taksi Online Diprotes, Ini Pandangan Nizar Gerindra

Mohammad Nizar Zahro turut menanggapi demonstrasi ribuan sopir taksi, bus kota, dan bajaj di depan Gedung DPR dan Kemkominfo.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Mar 2016, 20:40 WIB
Ribuan Supir Taksi melakukan demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (22/3). Selain melakukan demo, supir taksi tersebut melakukan sweeping ke supir taksi yang beroperasi di dalam tol dan membakar ban. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi V DPR Mohammad Nizar Zahro turut menanggapi demonstrasi ribuan sopir taksi, bus kota, dan bajaj yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) di depan Gedung DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Mereka menuntut pemerintah menutup aplikasi kendaraan berbasis online. Nizar pun berpendapat jika taksi online itu adalah ilegal.

"(Ilegal) Karena menurut surat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mereka itu terdaftar sebagai aplikasi online, bukan sebagai perusahaan yang melayani transportasi," ucap Nizar ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (22/3/2016).

Hal itu sesuai ketentuan Perpres Nomor 14 Tahun 2014 tentang bidang usaha jasa yang tertutup. "Taksi ini kan termasuk bidang usaha jasa tertutup," imbuh Nizar.

Ia menuturkan bagi perusahaan asing yang ingin mengembangkan perusahaannya di Indonesia, maka harus terdaftar. Sedangkan sampai hari ini di BKPM, taksi online Grab atau Uber itu tidak terdaftar sebagai perusahaan jasa penumpang.

"Dengan adanya demo sopir taksi) yang sangat luar biasa ini kan para sopir ingin keadilan, persamaan hak, karena mereka sudah punya izin berupa SIUP, tanda daftar perusahaan, NPWP kenapa dia tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah," sambung Nizar.

Tak Bayar Pajak

Sementara, taksi ilegal yang tidak membayar pajak, yang tidak terdaftar, yang tidak mewajibkan uji kelaikan kendaraan (KIR) oleh pemerintah dimanjakan. "Di mana rasa keadilan itu," papar Nizar.

Politikus Partai Gerindra itu berujar memang seharusnya pemerintah menutup aplikasi-aplikasi online tersebut.

"Pemerintah harus konsisten menegakkan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Bagi perusahaan yang belum mempunyai 9 izin yang termaktub dalam undang-undang itu, wajib ditutup, tidak boleh dia melaksanakan usaha jasa transportasi," ujar Nizar.

"Bagi perusahaan taksi online wajib mengurus izin-izin seperti taksi konvensional. Biar ada rasa keadilan," sambung dia.

Nizar berharap agar para sopir taksi yang berdemo tidak melakukan tindakan anarkistis sweeping atau merugikan orang lain.

"Saya mohon tidak dilaksanakan (aksi anarki). Kalau ingin menyuarakan haknya agar ada rasa keadilan dari pemerintah, silakan, salurkan suara-suara dengan baik," ucap dia.

Sebab, aksi sweeping merugikan orang lain dan mengandung unsur pidana. "Kita berharap agar para taksi-taksi konvensional bisa menahan diri. Walaupun kita tahu mereka sudah beberapa bulan ini diabaikan oleh undang-undang," Nizar menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya