Liputan6.com, Jakarta Salah satu program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan sampai dengan sekarang yakni meliputi pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan). Kondisi ini memang rentan mengingat data SKDI 2012 mencatat, angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran penduduk--jauh dari target 102 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya, tentu saja multifaktor. Selain tingginya angka pernikahan dini, ternyata 38 persen pemeriksaan kehamilan di Indonesia juga belum sesuai standar.
Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Kesehatan Keluarga, Drg Eni Gustina di sela-sela "Puncak Peringatan Hari Gizi Nasional" di Balai Kartini, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Advertisement
"Miris, yang melakukan antenatal care sesuai standar baru 38 persen. Artinya, bidan atau dokter kita tidak menjalankannya sesuai standar. Bahkan hanya 19 persen ibu hamil yang 9T (melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar) belum pada tata laksana," katanya.
Padahal, Departemen Kesehatan telah menetapkan pelayanan antenatal terpadu 10T termasuk pemeriksaan Lab wajib (Hb, Protein urin, golongan darah), pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu dengan lintas program (malaria, PPIA, IMS, TB, Imunisasi, Gizi, PTM, jiwa dan lainnya.
Standar 10T Pelayanan Antenatal Care ini terdiri dari:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pascapersalinan.