Liputan6.com, Brussel - Kakak beradik asal Belgia, Ibrahim dan Khalid El Barkraoui dinyatakan oleh polisi sebagai dua bomber bunuh diri di Bandara Zaventem. Aksi mereka secara kejam merenggut 14 nyawa.
Padahal, 8 hari yang lalu, saat polisi Belgia menggerebek sebuah rumah, 2 pria itu berhasil kabur.
Sementara itu, orang ketiga alias 'pria bertopi gelap dan bermantel putih' diketahui bernama Najim Laachraoui.
Najim tak lain tak bukan adalah otak pembuat bom yang dicurigai orang yang mengendalikan detonator di rompi para teroris Paris.
Najim kini masih buron setelah meninggalkan koper berisi bahan peledak. Dengan tenang ia meninggalkannya dan keluar dari terminal kedatangan sebelum bom meledak tepat pukul 08.00.
Baca Juga
Advertisement
79 menit kemudian, seorang bomber bunuh diri yang lainnya mengaktifkan rompi berisi bom di subway Metro Brussel yang menewaskan 20 orang.
Tak diketahui apakah Najim sempat 'berlari' ke arah Metro untuk meledakkan bom di kereta itu atau ada orang lain yang mengoperasikannya, demikian seperti dilansir dari Daily Mail, Rabu (23/3/2016).
Najim Laachraoui kini menjadi salah satu orang paling dicari di seluruh dunia. Ia adalah otak peracik bom yang membunuh 130 orang di Paris pada November 2015 lalu. Najim juga adalah salah satu buronan yang kabur dengan Salah Abdeslam sebelum bersembunyi di Brussel selama 4 bulan.
Sementara, Khalid el Bakraoui adalah orang yang mengontrakkan apartemen bagi Saleh Abdeslam di Brussel di mana polisi berhasil menangkapnya hidup-hidup pada Jumat lalu.
Serangan di dua lokasi di Brussel pada Selasa 22 Maret lalu dipercaya sebagai serangan balasan karena Abdeslam ditangkap.
3 pelaku itu sangat dikenal oleh pihak keamanan dan menjadi buronan semenjak 15 Maret setelah baku tembak terjadi di pinggiran Brussel.
Kendati demikian, ketiganya masih bisa mendapatkan rumah untuk tinggal di mana polisi mendapatkan sejumlah bahan peledak, senjata dan bendera ISIS. Peralatan itu mereka gunakan untuk meledakkan bom di bandara dan stasiun kereta.
Ahli teror Belgia, Pieter van Ostaeyen mengataka,n jaksa Prancis telah mengindikasikan bahwa Abdeslam telah mengancam polisi bahwa penangkapannya hanya akan membuat serangan balasan meletus.
"Seharusnya penangkapan Abdeslam tak diekspos ke publik, kerena membuat para teroris panik jaringannya terkuak. Dan jaksa juga seharusnya tidak berkoar bahwa jaringan ISIS melemah setelah ditangkapnya dalang teror Paris. Mereka jelas melakukan kesalahan," kata van Ostaeyen.
Dinas intelijen Belgia kini menghadapi banyak kritikan karena dinilai tak bisa mencium gelagat teroris di depan hidung mereka sendiri.