Ahok Ingin Taksi Online Ditandai Stiker Jika Mau Beroperasi

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tengah berusaha mencari solusi atas kisruh taksi online dan taksi konvensional.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Mar 2016, 16:45 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok memberikan keterangan usai menonton film Comic 8 di Djakarta Theatre, Jakarta, Jumat (18/3). Film comic 8 tersebut menembus lebih dari satu juta penonton. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tengah berusaha mencari solusi atas kisruh taksi online dan taksi konvensional. Dalam penyelesaiannya, pemerintah provinsi (Pemprov) ingin menerapkan keadilan bagi semua pihak, terutama di bisnis transportasi massal.

"Kami bukan anti aplikasi online, tapi kami juga tidak mau membela perusahaan sudah besar. Kami ingin ada keadilan," tegasnya di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (24/3/2016).

Ia menilai, perusahaan taksi konvensional melakukan monopoli harga. Menurutnya, tarif argo taksi tetap saja tinggi meski harga bahan bakar minyak (BBM) terus turun. Meski demikian, Ahok tidak ingin warga Jakarta merasa sombong dengan menjamurnya taksi online ilegal tanpa stiker.

"Itu kan namanya monopoli. Kami juga ingin warga dapat taksi murah dan aman. Tapi tidak mau juga orang naik taksi jadi belagu, sok kaya ganti-ganti mobil dan supir, padahal itu taksi online, jadi perlu ditempel stiker di mobil GrabCar dan Uber supaya orang tahu," jelasnya.

Uber dan GrabCar, diakui Mantan Bupati Belitung Timur itu seperti calo atau broker yang memfasilitasi antara penyewa taksi dengan yang menyewakan. Pemprov, sambung Ahok, telah menghapus kuota taksi sehingga perusahaan taksi dapat bersaing dan menghindar dari praktik monopoli.

"Kalau mau menyewakan mobil atau taksi, buka daftar mobilnya, caranya mobil ditempel stiker. Kalau tidak mau tidak boleh berusaha di sini. Tidak lapor ditangkap. Itu namanya keadilan," terang Ahok.

Kata Ahok, termasuk pajak. Perusahaan taksi online wajib melapor dan membayar pajak. Pemerintah telah memudahkan perusahaan yang membukukan penghasilan di bawah Rp 4,7 miliar dengan pengenaan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 1 persen. "Salah kalau setiap tahun tidak lapor SPT PPh dari nyewain mobil," ucapnya.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengungkapkan, kasus taksi online dan konvensional bukan sebuah kekisruhan. Ia menyalahkan GrabCar dan taksi Uber yang tidak menaati Undang-undang (UU) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Sebenarnya tidak kisruh, tidak ngikutin UU saja. Kalau aturan pengujian kendaraan bermotor (KIR) mau direvisi lebih baik inisiatif DPR, tapi saya tidak akan mau mengusulkan. Karena siapa yang mau jamin keselamatan transportasi?," jelasnya.

Menurut Jonan, taksi Uber dan GrabCar bermasalah karena izin sebagai transportasi umum belum dipenuhi, bukan menyangkut aplikasinya. "Saya tidak mau mengusulkan apapun karena saya hanya menjalankan perintah UU," tandas Mantan Direktur Utama Kereta Api Indonesia itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya