Liputan6.com, Jakarta - Peluncuran buku 'Megawati dalam Catatan Wartawan: Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat', di Gedung Arsip Nasional Rabu kemarin berlangsung lancar.
Namun, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, ada kejadian-kejadian unik di balik peluncuran buku yang ditulis 22 wartawan itu.
Menurut Hasto, berbagai doa dan ritual sempat dijalankan untuk mencegah hujan, mengingat acara digelar di tempat terbuka. Sedangkan undangan diminta hadir sejak pukul 17.00 WIB.
Keadaan yang tidak diinginkan mengancam detik-detik jelang acara. Tiba-tiba cuaca gelap gulita karena mentari terhalang awan pekat. Rintik hujan berjatuhan, penanda ancaman hujan kian nyata.
Hasto beberapa kali menatap ke langit, memejamkan kedua matanya, dengan posisi kedua tangan di depan pusar.
"Tiba-tiba datanglah Rahmat Hidayat, anggota DPR sekaligus Ketua DPD PDIP Nusa Tenggara Barat dan menawarkan untuk berdoa. Doanya khas NTB," kata Hasto di Jakarta, Kamis (24/3/2016).
"Tak kalah dengan Rahmat, Imam Soeroso anggota DPR dari Jawa Tengah, tak mau ketinggalan untuk berdoa memohon kepada Tuhan. Demikian halnya Sri Mastuti, Sekretaris Megawati, terlihat ikut berdoa," sambung dia.
Sri Mastuti yang telah mendampingi Megawati sejak 1980, berdoa secara spontanitas kepada Sang Pencipta. Diam-diam Budi, sopir pribadi Hasto, mengikutinya.
Baca Juga
Advertisement
"Mas Budi buru-buru ke musala dan ikut berdoa. Beberapa saat sebelumnya, Pak Mien, yang setia mengabdi kepada Ibu Megawati juga berdoa di kamarnya," kata Hasto.
"Ahasil, meskipun mendung gelap gulita, keseluruhan acara pun berjalan lancar, yang kemudian di akhir acara didaulat menerima buku secara langsung dari tangan Megawati," sambung dia.
Usai menerima buku, Sri terharu. Tak terasa air mata membasahi kedua pipinya. Megawati pun tersenyum haru. Para penulis mendampingi Ketua Umum PDIP saat penyerahan buku, ikut memberikan applaus kepada Sri.
Kejadian unik juga sempat terjadi ketika Paspampres bersiap menjemput mobil Megawati dengan bersiap-siap membawa payung. Namun, Hasto bergegas mengingatkan agar tidak perlu mengelurkan payung.
"Kita semua harus percaya bahwa hujan tidak akan turun. Jadi simpan saja payung itu," pinta dia.
Diiringi doa dan keyakinan, acara pun berjalan lancar tanpa hujan. "Itulah hakekat Ketuhanan yang berkebudayaan, sebagaimana disampaikan Bung Karno," tandas Hasto.