Liputan6.com, Jakarta Keluarga dari pasien stroke atau diabetes militus (DM) mungkin tidak asing dengan daun ciplukan. Konon air rebusan daun ciplukan berkhasiat menyembuhkan pasien yang sudah terlanjur terkena penyakit ini. Sehingga ada saja orang yang menyarankan keluarga untuk melakukan hal itu. Benarkah demikian?
"Kalau secara tradisional membantu dalam menyembuhkan, iya. Tapi tidak sebagai pengobatan utama," kata Dokter Herbal Rumah Sakit Kanker Dharmais, Aldrin Neilwan, MD, MARS, M. Biomed, M. Kes, SpAK saat dihubungi Health Liputan6.com pada Jumat (25/3/2016)
Baca Juga
Advertisement
Ada pun prinsip yang harus dipahami masyarakat awam adalah penggunaan tanaman obat atau pengobatan alternatif hanya bisa digunakan sebagai pelengkap dari pengobatan medis yang ada. "Takut masyarakat jadi keliru, harus diberitahu bahwa tanaman obat sebagai pelengkap saja. Jangan tinggalkan pengobatan medisnya," ujar Aldrin yang tergabung di Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia.
Misalnya pasien stroke, tentu akan mendapat obat-obatan stroke. Jika pasien mau menambahkan dengan tanaman herbal, silakan saja. "Asal sudah konsultasi dengan dokter strokenya atau tanya pada dokter yang memang mengerti. Sebab, banyak persyaratannya dan tidak asal beri," kata Aldrin menekankan.
Pemberian obat-obatan tidak boleh asal, terlebih stroke yang penangannya berbeda-beda. Stroke, jelas Aldrin, ada yang dikarenakan pendarahan otak dan ada pula karena sumbatan pembuluh darah.
"Nah, sekarang stroke yang mana dulu? Karena ada perbedaannya dan itu sangat bertolak belakang. Penangananya sangat berbeda, sehingga obat-obatan penunjangnya akan berbeda pula," kata Aldrin.
Jika ada yang mempercayai daun ciplukan dapat mencegah terjadinya penyakit stroke 100 persen, perlu diberi pehaman bahwa itu tidak semudah yang mereka pikirkan. "Kalau minum itu tapi tidak mencegah dengan mengeliminasi faktor risiko tadi, percuma," kata Aldrin menekankan.
Sebab, faktor risiko dari stroke sendiri ada dua macam; ada yang mayor dan minor. Contoh dari faktor risiko mayor di antaranya hipertensi, kencing manis, dan gangguan jantung. Hal-hal seperti itulah yang seharusnya dicegah.
"Nah, penanganan faktor risiko hipertensi juga berbeda dengan diabetes militus," kata Aldrin menerangkan.