Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengingatkan agar bakal calon gubernur DKI Yusril Ihza Mahendra, tidak memfitnahnya dengan menyebut, DKI akan membongkar makam Al Habib Husein bin Abubakar Alaydrus di Luar Batang Jakarta Utara.
"Tolong jangan pakai fitnah bilang Ahok mau gusur makam, itu bahaya. Jadi Pak Yusril tuh sayang, profesor kayak begitu tuh, sayang," tegas Ahok di Balai Kota, Jakarta, Senin (28/3/2016).
Mantan Bupati Belitung Timur itu mengaku heran dengan alasan Yusril Ihza yang menolak penggusuran kawasan Luar Batang dengan alasan berbau agama. Sebab, Ahok menyebut dirinya yang memperindah masjid di kawasan itu.
"Sekarang dia tahu enggak tuh Masjid Luar Batang yang bikin bagus siapa? Nih (sambil menepuk dadanya), lu tanya sama muazinnya semua," ujar Ahok.
Baca Juga
Advertisement
Ahok menegaskan, tak akan menggusur makam dan tempat ibadah tersebut. Melainkan dia akan memperindah kawasan itu.
"Ada makam di dalam segala macam bisa jadi tempat wisata yang enak, jadi yang Ahok mau gusur bukan itu. Jadi Yusril enggak usah fitnah," kata Ahok.
Mantan politikus Gerindra itu mengingatkan mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) tersebut untuk lebih hati-hati berbicara. Sebab, nanti akan ada keributan di masyarakat.
"Kalau mau lawan saya, kan Pak Yusril orang hukum, pakai hukumlah, enggak usah pakai isu membangkitkan opini atau fitnah saya mau menggusur makam Habib. Nanti orang lama-lama bisa ribut gara-gara ada bekas pejabat, Ketua Umum PBB dulu kampanye pengin mengganti sila pertama Pancasila," jelas Ahok.
Yusril Ihza Mahendra sebelumnya mengungkap kesiapannya menjadi tim advokasi warga Luar Batang. Mereka tengah resah menghadapi rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang disebutkan akan menjadikan kampung Luar Batang sebagai ruang terbuka hijau.
Yusril Ihza Mahendra menilai tanah Luar Batang berdasarkan sejarah, merupakan tanah peninggalan Belanda. Ketika Belanda sudah meninggalkan Indonesia, maka kepemilikan itu beralih dan masyarakat Indonesia diberikan batas waktu hingga tahun 1958 untuk mengurus sertifikat tanah sehingga kepemilikan dapat berpindah, sesuai Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.