Liputan6.com, Makassar - Wajah bocah bernama Sandi (12) itu pucat. Kepada Liputan6.com, ia mengaku sedang sakit. Namun, siswa kelas 5 SD Katangka, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan itu tidak bisa beristirahat karena takut ibunya marah.
Sandi menuturkan sang ibu, Hasni, menyuruhnya berjualan buku-buku agama sepulang sekolah setiap hari.
Jika menolak, pukulan tongkat kayu akan mendarat di tubuhnya. Karena membayangkan rasa sakit, ia tak berani pulang ke rumah sebelum pukul 22.00 Wita.
"Mama tidak tahu saya sakit. Jadi pas pulang sekolah tadi, saya langsung ganti baju lalu pergi. Tawari orang buku. Karena kalau tidak pergi cari uang, langsung dipukul pakai kayu," tutur Sandi saat menjajakan buku ke pengunjung warkop di Jalan Toddopuli, Makassar, Senin (28/3/2016).
Tidak berbeda jauh, nasib serupa dialami Putri Nabila Ramadhani (12). Bocah perempuan itu terpaksa jarang bersekolah sejak berjualan gogos -makanan goreng-gorengan- dan telur asin keliling Kota Makassar.
Hal itu terjadi setelah ia diusir dari rumah nenek angkatnya dan tinggal kembali dengan kedua orangtuanya di Jalan Rappocini, Makassar.
Baca Juga
Advertisement
"Saya dilarang sekolah sebelum gogos habis terjual, sehingga terkadang terlambat dan kadang tak masuk ke sekolah karena jualan belum habis. Saya sendiri jualan sejak pukul 10.00 Wita hingga terkadang malam hari baru habis," tutur Nabila saat ditemui di Anjungan Pantai Losari Makassar.
Siswa kelas 5 SD di Makassar itu mendapatkan bahan jualan dari seseorang yang tinggal di Kabupaten Gowa, Sulsel. Upah yang didapatkan dari keringatnya itu berkisar Rp 20 ribu per hari. Menurut Nabila, uang itu untuk membayari keperluan keluarga di rumah dan keperluan sekolah.
"Saya menjual untuk bantu-bantu bapak dan ibu yang tidak punya kerjaan," kata anak pasangan Sadari dan Anwar Daeng Sikki itu.
Ditemui terpisah, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto menyebut apa yang dialami Nabila dan Sandi adalah bentuk eksploitasi anak. Menurut lelaki yang akrab disapa Danny, anak-anak seusia Nabila harusnya disibukkan dengan bersekolah, bukan mencari uang.
"Apa yang terjadi pada Nabila adalah sebuah bentuk eksploitasi oleh kedua orangtuanya karena seharusnya, di usia yang demikian, dia harusnya disibukkan dengan aktivitas sekolah saja, bukan dipaksa untuk mencari uang," kata Danny.
Berdasarkan temuan itu, Danny langsung memerintahkan Dinas Sosial Makassar untuk mendata anak-anak yang dieksploitasi orangtuanya. Dinsos diminta untuk segera menangani dan menyosialisasikan kepada para orangtua untuk tidak mengeksploitasi anak di bawah umur.
"Ini kan modus saja dengan memanfaatkan anak-anak yang seharusnya mereka harus kesekolah tidak dibebankan menggantikan posisi orang tuanya. Saya kira ini tugas Dinsos yang harus mendata dan menelusuri maraknya eksploitasi anak di Makassar," tutur Danny.