Libur Paskah Bikin Harga Minyak Dunia Susut

Kedua harga patokan minyak naik sekitar 50 persen dari posisi terendah dalam 12 tahun di pertengahan Februari.

oleh Nurmayanti diperbarui 29 Mar 2016, 05:01 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah berjangka turun seiring pelaksanaan libur Paskah yang membuat pasar di Eropa terhenti sejenak.

Sementara hedge fund dan spekulan besar lainnya memperkirakan harga minyak masih membutuhkan waktu lama untuk bisa kembali seperti posisi lama meski harga menunjukkan kenaikan dalam dua bulan terakhir.

Melansir laman Reuters, Selasa (29/3/2016), harga minyak Brent tercatat turun 38 sen, atau 1 persen menjadi US$ 40,06 per barel. Sementara minyak mentah WTI tergelincir 20 sen atau 0,5 persen ke posisi US$ 39,26 per barel.

Kedua harga patokan minyak naik sekitar 50 persen dari posisi terendah dalam 12 tahun di pertengahan Februari.

Harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI), minyak mentah berjangka AS, diperdagangkan di bawah US$ 40 per barel.

Ini setelah bank investasi seperti Barclays dan Macquarie memperingatkan bahwa fundamental pasar yang cukup lemah bisa mendorong harga ke posisi pertengahan, atau bahkan lebih rendah di bawah US$ 30 per barel.


"Ada terlalu banyak hal yang mempengaruhi harga minyak mentah AS akhir-akhir ini untuk pasar abaikan," kata Tariq Zahir, yang memprediksi pengiriman WTI dalam waktu dekat akan melemah terutama pada kontrak jangka panjang.

Data Reuters menunjukkan, volume perdagangan minyak Brent yang berbasis di Inggris hanya mencapai kurang dari 55 ribu, atau sekitar seperenam perdagangan di hari biasa, karena liburan Paskah.

Adapun persediaan minyak mentah AS naik 9,4 juta barel dalam pekan hingga 18 Maret. Ini merupakan stok mingguan tertinggi keenam berturut-turut. Dan tiga kali lebih besar dari ekspektasi analis.

Sebagian besar bank mengharapkan harga minyak akan berbalik dalam waktu dekat. "Pasar kemungkinan tetap kelebihan pasokan sekitar 0,6 juta barel per hari dan persediaan akan terus bertambah dari saat ini," jelas Analis Jefferies International.

Barclays mengatakan arus bersih ke komoditas mencapai lebih dari US$ 20 miliar pada Januari-Februari. Ini merupakan awal terkuat sejak 2011, di mana harga bisa jatuh 20 sampai 25 persen jika kondisi itu terbalik.

"Apakah skenario seperti itu terungkap, harga minyak bisa jatuh kembali ke posisi rendah sebesar US$ 30," katanya.(Nrm/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya