Kasus Kusta Indonesia Terbanyak Ketiga di Dunia, Ini Sebabnya

Pakar kecantikan kulit dan kelamin Dr dr Renni Yuniati menegaskan pemahaman masyarakat mengenai kusta sangat memengaruhi penyembuhan

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 29 Mar 2016, 17:30 WIB
Pakar kecantikan kulit dan kelamin Dr dr Renni Yuniati menegaskan pemahaman masyarakat mengenai kusta sangat memengaruhi penyembuhan

Liputan6.com, Jakarta Pakar kecantikan kulit dan kelamin Dr dr Renni Yuniati menegaskan pemahaman masyarakat mengenai penyakit kusta sangat memengaruhi keberhasilan penyembuhan penyakit itu.

"Banyak kejadian penderita kusta menghentikan pengobatannya karena muncul reaksi alergi. Alergi itu sering dianggap oleh penderita efek samping obat, padahal bukan," katanya di Semarang, Sabtu.

Hal itu diungkapkannya usai Simposium "Tata Laksana Terbaru Kelainan Kulit, Kuku, dan Rambut" yang diprakarsai Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Kota Semarang.

Sekretaris Perdoski Kota Semarang itu menjelaskan reaksi yang ditimbulkan dalam pengobatan kusta terjadi akibat kuman-kuman kusta yang mati dan tidak semestinya pengobatan kemudian dihentikan.

"Penderita kusta harus menjalani pengobatan rutin selama setahun. Namun, penghentian pengobatan justru bisa berdampak pada kecacatan. Jadi, alergi itu harus diobati," katanya.

Menurut dia, pemahaman masyarakat yang kurang terhadap penyakit yang disebabkan bakteri Mycobacterium leprae itu menjadikan Indonesia masih di urutan ketiga penderita terbanyak di dunia.

"Urutan pertama kan India, kedua Brasil, dan ketiga Indonesia. Ya, pemahaman yang kurang menjadikan keberhasilan pengobatan jadi rendah. Makanya, kami terus memberikan pemahaman," katanya.

Renni mengatakan pengobatan kusta selama ini menggunakan obat bernama Lampren dan Dapsone sesuai dengan anjuran dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang kesehatan, yakni WHO.

"Obat ini sudah tersedia di apotek-apotek dan rumah sakit yang bisa diperoleh secara gratis. Kemudian, untuk pengobatan reaksi alergi atau peradangannya menggunakan obat bernama Prednison," katanya.

Namun, ibu empat anak yang mengambil program doktornya mengenai kusta di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu telah meneliti ada obat yang lebih efektif mengobati alergi, yakni Methotrexate.

"Jadi, Methotrexate ini bisa dijadikan 'sparring' dengan Prednison. Artinya, keduanya dikombinasi dulu, kemudian dosis Prednison dikurangi, dan setelah itu bisa diganti dengan Methotrexate," katanya.

Methotrexate, kata dia, sebenarnya obat untuk kanker, namun efektif mengobati alergi pada pengobatan penderita kusta itu dan termasuk daftar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Selain memaparkan penelitan-penelitian terbaru seputar kecantikan kulit dan kelamin, digelar pula pameran yang diikuti produsen obat-obatan, alat kesehatan dan kecantikan, dan klinik-klinik kecantikan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya