Menanti Dampak Penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi

Pemerintah telah megeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid XI pada Selasa 29 Maret 2016.

oleh Agustina MelaniIlyas Istianur Praditya diperbarui 29 Mar 2016, 21:00 WIB
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid XI di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/3). Salah satu paket kebijakan ekonomi jilid XI yaitu kredit usaha rakyat berorientasi ekspor. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Langkah untuk mengeluarkan paket kebijakan ini terus dilanjutkan oleh pemerintah demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus mendorong terobosan untuk ekonomi Indonesia. Langkah tersebut perlu dilanjutkan untuk menjadi paket kebijakan lima, enam, dan seterusnya bahkan hingga paket ke 100.

Menjelang akhir kuartal I 2016, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid XI. Dalam paket kebijakan ekonomi terbaru ini, sebagian besar hanya menyempurnakan aturan dari paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan.

Ada sejumlah kebijakan yang dikeluarkan antara lain kredit usaha rakyat berorientasi ekspor, dana investasi real estate, pengendalian risiko terkait bongkar muat di pelabuhan dan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.

Lalu bagaimana detil isi paket kebijakan ekonomi jilid XI? Apa tujuan dari rilis paket kebijakan ekonomi itu? Berikut ulasannya seperti dirangkum pada Selasa (29/3/2016).

Dorong Program KUR untuk Ekspor

Perajin tas menyelesaikan pekerjaannya di rumah Industri, Jakarta, (11/3). Penyaluran KUR untuk UKM sudah mencapai 14 persen atau sekitar Rp14 triliun dari yang ditargetkan sebesar Rp 100 triliun untuk tahun 2016. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Kebijakan pertama dalam paket ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk usaha yang berorientasi ekspor. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan penyaluran KUR berorientasi ekspor sama dengan KUR yang disalurkan bank. Lewat penyaluran KUR ini, pemerintah menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang terpadu bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Bunga ditawarkan dalam KUR tersebut juga mencapai 9 persen.

UMKM akan mendapatkan bimbingan dari penyalur KUR mulai dari pengemasan produk hingga mendapatkan rekomendasi pasar di beberapa negara. Eksekusi penyaluran KUR itu juga diserahkan kembali ke UMKM terkait penambahan modal melalui KUR.

"Selama ini mereka jual produknya ke perusahaan yang lebih besar, untuk di ekspor. Nah untuk mendapatkan KUR ini, apakah dia bisa ekspor sendiri atau menjual ke perusahaan lebih besar. Kita tidak akan meminta pembuktian ekspornya, sepanjang perusahaan besar itu orientasi ekspor bisa," tutur Darmin.

Benahi Dwelling Time

Truk peti kemas tertahan di gerbang pintu masuk JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Kegiatan distribusi barang dan peti kemas dari dan ke pelabuhan lumpuh akibat aksi mogok pekerja JICT. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pemerintah terus membenahi waktu tunggu kontainer sebelum keluar dari pelabuhan (dwelling time). Dengan paket kebijakan ekonomi itu diharapkan dwelling time dapat lebih singkat menjadi rata-rata tiga hari. Pemerintah pun memperbaiki prosedur dengan membuat sistem baru yang mempengaruhi proses bongkar muat kontainer di pelabuhan.

"Namanya Indonesia Single Risk Management. Ini pengendalian risiko untuk memperlancar arus barang di pelabuhan," ujar Darmin.

Dengan sistem itu maka diharapkan dapat mempercepat pelayanan kegiatan ekspor dan impor sehingga bisa menciptakan efisiensi waktu dan biaya perizinan. Selain itu juga menurunkan dwelling time melalui integrasi pengelolaan risiko di antara kementerian dan lembaga.

Saat ini di semua pelabuhan barang yang keluar atau masuk akan melalu jalur-jalur khusus yang menentukan lama tidaknya waktu untuk memproses perizinan tersebut. Proses perizinan tersebut dikeluarkan oleh 18 kementerian dan lembaga.

Saat ini, masing-masing kementerian dan lembaga tersebut memiliki standar sendiri. Dengan adanya Single Risk Management tersebut standar perizinan menjadi sama sehingga bisa mempercepat dwelling time.

Penerapan Single Risk Management akan dilakukan pada Agustus 2016 dan diperluas penerapannya untuk beberapa kementerian dan lembaga. tahap awal, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian akan menerapkannya di tahun ini sehingga pada akhir 2016, diharapkan dapat berpengaruh pada penurunan dwelling time menjadi 3,5 hari secara nasional.

Tekan Harga Obat

Selama Perang Dingin, ternyata perusahaan-perusahaan obat di negara-negara Barat menguji produk di Jerman Timur.

Pemerintah mendorong bahan baku obat agar dapat diproduksi di Indonesia sehingga harga obat akan lebih murah. Selama ini mayoritas bahan baku obat-obatan di Indonesia masih impor.

Saat ini terdapat sekitar 216 industri farmasi dan alat kesehatan yang mendominasi pasar obat nasional. Pangsa pasarnya mencapai 76 persen. Akan tetapi, bahan baku dari produk yang dihasilkan mayoritas masih impor. "Kalau dipelajari dari yang 76 persen itu, impor 95 persen untuk bahan baku obat," kata Darmin.

Selain itu, ada sekitar 95 industri yang memproduksi 60 jenis produk alat kesehatan. Namun 90 persen alat kesehatannya juga masih impor. Pemerintah pun akan menerbitkan instruksi Presiden untuk mempercepat kemandiran dan daya saing industri obat di dalam negeri. Dengan harga obat murah juga dapat menjadi pasokan untuk program BPJS Kesehatan.

Insentif Pajak Penerbitan DIRE

Masa kepemilikan properti di Indonesia yang terbatas hanya 25 tahun menjadi pertimbangan para investor asing.

Pemerintah kembali mengatur insentif pajak untuk penerbitan dana investasi real estate (DIRE)/Real Estate Investment Trust. Darmin Nasution menuturkan, penerbitan DIRE perlu kembali dibahas lantaran kebijakan itu belum kompetitif.

Karena itu, pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah mengenai pajak penghasilan dari pengalihan real estate dalam skema kontrak investasi kolektif tertentu yang mengatur pemberian fasilitas pajak penghasilan final berupa pemotongan tarif hingga 0,5 persen dari tarif normal lima persen kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE.

Selain itu dengan mendorong penerbitan DIRE itu juga perlu insentif dan kemudahan investasi di daerah. Salah satu insentifnya dengan menurunkan BPHTB dari lima persen menjadi satu persen. Penurunan tarif itu untuk tanah dan bangunan bagi aset DIRE.

Darmin mengatakan, kalau soal BPHTB maka itu memerlukan peraturan daerah (Perda). Ini dilakukan agar mendorong pelaksanaan DIRE di daerah tersebut. (Ahm/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya