Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 basis poin (bps) untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (Valas) di bank umum serta simpanan dalam rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Tingkat bunga pinjaman itu antara lain di bank umum untuk denominasi rupiah sebesar 7,25 persen dan valas sebesar satu persen. Sedangkan bunga penjaminan di bank perkreditan rakyat untuk denominasi rupiah sebesar 9,75 persen.
"Tingkat bunga penjaminan itu berlaku efektif mulai 31 Maret 2016 hingga 14 Mei 2016," ujar Sekretaris Lembaga LPS Samsu Adi Nugroho dalam keterangan tertulis, Selasa (29/3/2016).
Ia menuturkan, penurunan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 bps dipandang sejalan dengan perkembangan indikator ekonomi makro dan likuiditas perbankan secara umum yang terus membaik.
Baca Juga
Advertisement
"Nilai tukar rupiah menguat, didorong oleh turunnya ketidakpastian di pasar keuangan global dan masuknya dana asing ke pasar keuangan domestik. Inflasi tetap terjaga dan akan berada pada rentang sasaran kebijakan moneter pada tahun ini," jelas Samsu.
Pelonggaran kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter serta percepatan realisasi belanja pemerintah telah mendorong perbaikan likuiditas bank yang terlihat dari penurunan suku bunga simpanan dan pinjaman antarbank.
Ia mengatakan, sesuai ketentuan LPS apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin.
Berkenaan dengan itu, bank diharuskan untuk memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.
"Sejalan dengan tujuan untuk melindungi nasabah dan memperluas cakupan tingkat bunga penjaminan, LPS mengimbau agar bank lebih memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rangka penghimpunan dana," kata Samsu.
Selain itu, Samsu menegaskan bank hendaknya memperhatikan kondisi likuiditas ke depan. Dengan demikian, bank diharapkan dapat mematuhi ketentuan pengelolaan likuiditas ekonomi oleh Bank Indonesia, serta pengaturan dan pengawasan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Ahm/Igw)