Liputan6.com, Manado - Para nelayan serta kapal-kapal yang melintasi wilayah perairan Sulawesi Utara diminta selalu berkoordinasi dengan aparat keamanan baik TNI AL maupun Polri saat berlayar. Sebab kawasan itu rawan perompak.
"Karena rawannya wilayah perairan Sulut ini, kita terus tingkatkan patrol," ujar Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) VIII Manado Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir di Manado, Rabu (30/3/2016).
Dia menambahkan pasca-penyanderaan kapal Tugboat Brahma 12 oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina pada Sabtu 26 Maret 2016 lalu, pengawasan di perairan laut Sulut diperketat.
"Iya, penjagaan makin diperketat. Memang perairan Sulut sangat rawan," kata Manahan.
Baca Juga
Advertisement
Manahan mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan 2 kapal untuk operasi pembebasan sandera. KRI Surabaya dan KRI Mandou sudah disiapkan di Tarakan.
"Kapal sudah siap, tinggal tunggu perintah dari panglima. Lantamal tidak terlibat dalam aksi penyelamatan, kami hanya mendukung. Lantamal tidak menyiapkan pasukan. Tapi kalau ada perintah kami siap," jelas Manahan.
Sementara Kapolda Sulawesi Utara Brigjen Pol Wilmar Marpaung mengatakan pengamanan perairan Sulut terus ditingkatkan. Kata dia, Sulut adalah wilayah perbatasan langsung dengan Filipina di mana kelompok Abu Sayyaf bermarkas.
"Kita jaga ketat karena tidak menutup kemungkinan kelompok itu masuk ke Sulut atau sebaliknya dengan membawa senjata," papar Wilmar.
Sebelum penyanderaan ini terjadi, polisi telah melakukan penjagaan ketat di wilayah perbatasan baik laut maupun darat.
"Ancaman terhadap Sulut begitu serius terlebih dari kelompok teroris. Makanya, masyarakat juga diharapkan membantu memberikan informasi kepada polisi," pungkas Wilmar.