Liputan6.com, Jakarta - Film bertema terorisme, perang, dan konflik satu negara, selalu menjadi santapan bagi para sineas Hollywood. Yang terbaru, adalah film bertajuk 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi yang menyorot soal konflik di Libya.
Melalui film ini juga pecinta film diberi kesempatan untuk melihat perbaikan kualitas Michael Bay sebagai sutradara. Pasalnya, banyak yang menilai Bay semakin melempem usai menangani empat film Transformers.
Baca Juga
Advertisement
Beruntung di film biografi adaptasi buku 13 Hours karya Mitchell Zuckoff ini, Michael Bay terlihat lebih membumi. Meskipun masih belum dibilang sempurna, setidaknya kualitas Michael Bay sebagai sutradara terasa lebih meningkat lewat 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi.
Diambil dari kisah nyata, film ini bercerita tentang sekelompok mantan pasukan elit yang disewa oleh CIA. Mereka dikirim ke lokasi konflik untuk mempertahankan properti Amerika dan meredam kekacauan di Libya.
Setelah tiba di sana, ketegangan menyelimuti pasukan elit ini saat mereka mempertahankan diri dari serbuan para teroris. Keadaan semakin sulit dan mencekam tatkala pasukan sekutu dari Libya ternyata tak sepenuhnya bisa mendukung mereka.
Melihat awal film ini rasanya kita melihat nuansa laga berbalut spionase ala Mission Impossible dan film sejenisnya. Namun, beberapa adegan dan dialog masih terasa sangat ringan, hingga menimbulkan kesan klise dari penggambaran para pasukan elit ini.
Adegan kejar-kejaran dan baku tembak yang disajikan, memang terasa nanggung. Namun setidaknya, Michael Bay bisa mengurangi kadar ledakan dahsyat yang diaplikasikan ke layar lebar. Sehingga, kesan Transformers yang sudah melekat pada dirinya tak terlalu kentara lagi.
Namun tetap saja Bay tetap tak bisa jauh dari hal itu. Beberapa ketegangan yang melibatkan tokoh dalam film ini, harus diakui tak bisa lepas dari ledakan bazooka, granat, hingga mortir.
Baku tembak yang melibatkan pemain figuran terkesan sederhana, tapi tampak kontras ketika para pemain utamanya yang terlibat. Mereka digambarkan terlampau heroik dan seolah menjadi prajurit yang sangat sakti.
Bagi yang tak sengaja atau pernah niat membaca buku 13 Hours, tentu sudah tak asing lagi dengan alurnya. Tragedi yang menjadi klimaks cerita, disulap menjadi drama yang menyesakkan hati. Namun, momen tersebut terasa cukup hambar meskipun pada akhirnya kehidupan dan foto asli para tokoh dimuat di bagian akhir film.
Untuk ukuran sebuah film perang yang penuh ketegangan, 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi boleh dibilang sangat sesuai bagi penonton yang baru menjajal film berjenis serupa. Akan tetapi bagi yang telah kenyang dengan film-film perang macam Saving Private Ryan, Fury, Black Hawk Down, dan sebagainya, film ini bisa dinilai biasa saja.
Dari penggambaran di atas, jelas 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi merupakan film dengan penilaian subyektif di mata penonton. Bagi yang menyukai tragedi di tengah konflik politik dan perang era modern, tentu tak akan melewatkan film satu ini.
13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi memang tidak membawa aktor maupun aktris papan atas Hollywood. Namun akting mereka tetap harus mendapat kredit tersendiri. Alhasil, film ini masih bisa mendapat tempat di hati beberapa pecinta film perang.