Liputan6.com, Jakarta - PT Marga Nurindo Bhakti (MNB) selaku pemilik hak konsesi Jalan Tol Lingkar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) S Pondok Pinang-Jagorawi menolak pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 720 k/Pid/2001 yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 16 Maret 2016.
Kuasa hukum MNB, Hamdan Zoelva mengatakan, pihaknya menolak eksekusi pengelolaan Jalan Tol JORR S itu diserahkan kepada Hutama Karya.
Dia menjelaskan, MNB merupakan pihak yang berhak atas konsesi atau pengelolaan jalan tol di atas setelah mendapatkannya pada 1992 dan telah menyelesaikan serta mengoperasikan Jalan Tol JORR S sejak 1 September 1995.
Hamdan mengungkapkan, Kejagung sempat menyita hak konsesi PT MNB pada 1 Juli 1998 sebagai barang bukti terkait penyidikan kasus korupsi penerbitan CP-MTN PT Hutama Karya senilai Rp 1,05 triliun dan US$ 471 juta.
Baca Juga
Advertisement
MA telah memutus perkara ini dengan putusan Nomor 720 K/Pid/2001, tanggal 11 Oktober 2001. Dalam putusan ini, terdakwa (I), Thamrin Tanjung selaku pegawai PT Hutama Karya dan terdakwa (II),Tjokorda Raka Sukawati selaku Direktur Utama PT Hutama Karya, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi.
"Dalam amar putusannya juga, diputusakan bahwa barang bukti berupa hak konsesi JORR S harus dikembalikan kepada MNB," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Putusan MA yang menyangkut barang bukti berupa hak konsesi JORR S tersebut, lanjut Hamdan, telah dieksekusi Kejagung pada 6 Februari 2013. Hal ini dilakukan dengan menyerahkan kembali barang bukti berupa hak konsesi JORR S kepada PT MNB dan PT Hutama Karya.
"Dengan dilaksanakan eksekusi oleh Kejagung pada tanggal 16 Maret 2016 dengan menyerahkan kepada PT Hutama Karya, maka telah terjadi eksekusi ganda (double execution) atau eksekusi lebih dari satu kali atas satu putusan pengadilan yang sama," kata dia.
Atas dasar itu, MNB meminta Menteri Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat (Men-PUPR) Basuki Hadimuljono serta Badan Pengaturan Jalan Tol agar tidak menyerahkan hak konsesi JORR S kepada Hutama Karya.
Lantaran, BUMN tersebut dinilai tidak memiliki landasan kepemilikan secara hukum demi menghindari komplikasi hukum dan kegaduhan politik.
"Serta ketidakpercayaan para pelaku usaha terhadap kepastian hukum dan keadilan hukum dalam berbisnis di Indonesia," ujar dia. (Dny/Ahm)