Liputan6.com, Jakarta - Keluarga para pelaut yang disandera kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina, terus meminta pemerintah mengupayakan pembebasan tanpa syarat. Sementara Polri terus berkoordinasi dengan Kepolisian Filipina.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Rabu (30/3/2016), akun Facebook Peter Tonsen Barahama, kapten Kapal Brahma 12, memuat sejumlah aktivitas di Kapal Tunda beberapa hari sebelum dibajak teroris.
Kelompok Abu Sayyaf adalah kelompok separatis terkecil, namun paling berbahaya yang berbasis di Pulau Basilan, Mindanao, Jolo, dan Tawi–tawi. Mereka kerap menculik orang demi uang tebusan.
Baca Juga
Advertisement
Halimatus Saidah, istri salah satu pelaut yang bernama Suriansyah, memohon kepada pemerintah mengupayakan pembebasan suaminya. Saidah mengaku ditelepon langsung oleh suaminya Minggu siang lalu.
Orang tua Wendi Raknadian, ABK lain di Kapal Tunda Brahma 12, juga berharap tak terjadi apa apa pada anak mereka.
Kapolri menyatakan terus melakukan kontak dengan polisi Filipina terkait pembebasan para tawanan.
"Ya koordinasi, itu kan wilayah orang. Kita kan enggak punya kewenangan apa-apa di wilayah negara lain, oleh karena itu perlu ada koordinasi," ujar Badrodin Haiti.
Sepuluh anak buah Kapal Tunda Brahma 12 dan Tongkang Anand 12 yang mengangkut 7 ribu ton batu bara disandera kelompok garis keras Filipina Abu Sayyaf, di perairan Filipina Selatan, Sabtu pekan kemarin.
Penyandera meminta uang 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar untuk biaya tebusan 10 WNI ABK yang disandera itu.