Pandangan Menteri Era Orde Baru Mengenai Ekonomi RI

Indonesia mencatat kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 31 Mar 2016, 17:52 WIB
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - Selama 70 tahun merdeka, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 4 persen sampai 5 persen setiap tahun. Perekonomian Indonesia terus disalip negara tetangga di ASEAN, termasuk Malaysia dan Vietnam. Kini, Indonesia hanya menang dari ‎Kamboja.

Demikian disampaikan Mantan Menteri Pertambangan dan Energi ‎era pemerintah Soeharto, Soebroto saat acara Diskusi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (31/3/2016).

"Tahun ini waktunya mawas diri, instropeksi diri. Karena kita sekarang kalah dengan Malaysia, Vietnam. Menang cuma sama Kamboja. Di Negara ini masih banyak pengemis, anak-anak putus sekolah, karena pertumbuhan ekonomi kita cuma 4 persen-5 persen," jelas Soebroto.

Indonesia, di mata Soebroto, mencatat kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Selama ini, sambungnya, Indonesia hanya bergantung pada ekspor komoditas mentah, tanpa melalui proses yang dapat meningkatkan pembangunan industri hilirisasi di Tanah Air.

"Selama 70 tahun kita tidak memaksimalkan seluruh kekayaan alam kita, contohnya laut. Kita tidak mengajak seluruh masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan yang dapat mengurangi angka pengangguran, dan gini ratio (ketimpangan pendapatan)," jelas Soebroto.

Kedua adalah sumber daya manusia. Menurut Soebroto, Indonesia belum memaksimalkan potensi tenaga kerja Indonesia yang mencapai ratusan juta orang. Namun sayang, banyak dari pekerja itu lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga tidak mampu bersaing dengan negara lain.

"‎Kesalahan ketiga, diakui Soebroto, yang tidak dimanfaatkan betul oleh orang Indonesia adalah pengetahuan atau knowledge. Kita kurang sekali, padahal ini menciptakan inovasi yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sedang lesu," terangnya. 

Indonesia mencatatkan angka penciptaan lapangan kerja yang cukup bagus. Tapi kenapa mereka bekerja malah miskin. Soebroto menjelaskan, ekonomi Indonesia terdiri pada unit-unit usaha. Jumlah unit usaha menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 56 juta UMKM. Lapisan pertama paling banyak di usaha mikro, kedua usaha kecil, ketiga usaha menengah dan usaha besar di lapisan keempat.

"‎Masalahnya sebanyak 56 juta unit usaha 99,9 persen adalah UMKM, sedangkan 0,1 persen sisanya adalah usaha besar. Tapi yang 99,9 persen ini menghasilkan 57 persen dari total produksi nasional. Sementara 0,1 persen usaha besar menghasilkan 57 persen dari produksi nasional. Ini kan jomplang," terang Soebroto.

Ia mengaku, jika satu unit usaha menghidupi empat orang di satu keluarga, itu artinya sebanyak 200 juta rakyat dapat hidup sejahtera melalui 56 juta unit usaha ini.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KEIN Sutrisno Bachir menyatakan, pemerintah bersama KEIN harus menyusun peta jalan pembangunan ekonomi dan industri di era globalisasi dengan persaingan bebas. Upaya ini diharapkan dapat menyusul keberhasilan negara-negara di Eropa Barat, Jepang dan Taiwan yang sanggup menjalankan demokrasi, namun masyarakatnya sejahtera di tengah era persaingan bebas.

"Di negara ini justru yang ada kezaliman luar biasa, gini ratio melebar karena pragmatisme politik. Inilah PR kita, harus mengubah cara pandang, supaya bisa lolos dari persoalan sosial dan ekonomi ini," tegasnya.

Beruntung, kata Sutrisno, Presiden Joko Widodo mempunyai visi mensejahterakan rakyat Indonesia di era persaingan bebas. Pemerintah akan menderegulasi habis-habisan aturan yang ada, agar dapat bersaing dengan negara luar. "Kita juga mau jor-joran bangun infrastruktur, bangun industrialisasi padat karya, bahan baku di Indonesia. Jika tidak, NKRI akan pecah dan makin melebarnya ‎gini ratio akan mengakibatkan kerusuhan sosial," sarannya. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya