Liputan6.com, Makassar - Daeng Ngalle (70), bukanlah seorang pandai besi pembuat senjata yang dikenal sakti mandraguna seperti Mpu Gandring dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singasari di Malang, Jawa Timur.
Namun, berkat ilmu kebal abal-abal, (tidak anti bacok), Daeng Ngalle yang sehari-hari tinggal di Jalan Sinassara, Kelurahan Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo ini mampu meraup keuntungan ratusan ribu dari berjualan pisau, golok (parang) juga badik yang dikenal sebagai senjata tajam tradisional khas budaya suku Bugis-Makassar.
Dalam menjual dagangannya, tidak jarang Daeng Ngalle dengan ciri khasnya mata merah dan berkumis tebal ini melakukan atraksi seolah-olah menyayat lengannya dengan pisau, parang atau badik yang dijajakannya.
Pemandangan itu sering ia lakukan di kantor-kantor pemkot Makassar atau ditempat keramaian dimana banyak orang berkumpul seperti taman-taman kota.
Tujuannya bukan pamer ilmu kebal, tapi tidak lain hanya untuk meyakinkan pembelinya bahwa senjata tajam yang dijualnya memang benar-benar tajam dan bisa melukai siapaun.
Tentu saja aksi ekstrim Daeng Ngalle ini kerap mengundang perhatian banyak orang seperti sejumlah staf dan PNS Pemkot Makassar di Jalan Balaikota atau warga kota Daeng berputar haluan atau menjauh ketika berpapasan dengan Daeng Ngalle yang kerap berjalan dengan golok terhunusnya.
Baca Juga
Advertisement
"Dulunya saya jualan parang pendek, parang panjang dan badik pake sepeda ontel. Sebelumnya saya bekerja sebagai kuli bongkar muat (TKBM) di pelabuhan pada tahun 1960-an," kata Daeng Ngalle kepada Liputan6.com saat ditemui di Jalan AP Pettarani.
Daeng Ngalle mengaku berhenti menjadi kuli karena faktor usia dan tenaga mengingat sudah berumahtangga dan dikaruniai dua orang anak.
"Saya putus sekolah sejak kelas dua SD di wilayah utara kota Makassar. Dan semenjak itu saya ikut kerja di pelabuhan dan hanya diupahi Rp 200 untuk sekali angkat satu sak karung terigu atau karton rokok," jelas dia dengan dialek Makassarnya yang kental.
Menyangkut asal muasal senjata tajam yang dijualnya hingga ke kantor Polrestabes di Jalan Ahmad Yani. Ia mengungkapkan aneka jenis golok dan badiknya diambil dari kabupaten Takalar, Pangkep, Jeneponto dan Sidrap.
"Karena saya lahir dari keluarga pas-pasan dan tidak mengantongi ijazah pendidikan sekolah sama sekali. Terpaksa saya jualan kemana saja sesuai kata hati dan saya gak kebal," imbuh Daeng Ngalle.
Sementara Muallim, salah satu PNS Pemkot Makassar meyakini senjata tajam yang dijual Daeng Ngalle memang benar-benar tajam.
"Saya kenal dia, dan pernah beli parangnya yang tajam. Kalau kualitas memang bagus dan sedikit murah dari harga pasar tradisional, sebab rumahnya dia tidak jauh dari rumah saya di Jalan Sinassara," ujar Muallim.